Memang dulu membacapun aku tak hobbi, apalagi menulis, sungguh menjadi hal yang membosankan dan membuat capek, bahkan aku anggap kurang kerjaan. Teringat saat dahulu aku diutus bu Guru untuk mengerjakan sebuah rangkuman, dengan santainya aku menyeletuk “ Aah itu banyak sekali, bikin capek tanganku “, sampai guru dikelas memanggilku dan bernasehat panjang padaku, namun itu dulu, karena masa yang hanya berfikir instan, tanpa ada pikir panjang terkait manfaat menulis untuk jangka panjang.
Konteks menulis yang dijelaskan pada prolog diatas adalah tulisan tangan sebagai pemenuhan tugas dari seorang guru kepada siswanya, dalam konteks artikel ini mengartikan bahwa menulis adalah sebuah bentuk ungkapan pikiran dan hati yakni berbentuk kritik, sastra, depkripsi, sajak puisi, ataupun pujian pada suatu hal, yang mempunyai makna tersirat guna memberikan informasi, inspirasi, dan pelajaran bagi pembacanya.
“ Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah berkerja untuk keabadian “( Pramoedya Ananta Toer ).
Dalam kutipan kata bung Pram, menafsirkan bahwa tidak menulis adalah berkerja untuk keabadian, lantaran setiap kata dan kalimat yang terungkap sebagai tulisan akan senantiasa terbaca secara berkelanjutan, dan menjadi hal yang terpahami dimasyarakat. Maka dari itu budaya menulis sesegera mungkin untuk dibangun untuk diri sendiri, dan mulailah berkarya dengan coretan hitam diatas putih, entah apapun itu, yang terpenting adalah mencoba.
Mengapa harus mencoba menulis ? Karena berbagai bentuk ekspresi hati dan fikiran tersalurkan, disini olah pikir bergerak, menulis merupakan pembelajaran penataan pola bahasa, disisi lain lewat menulis, ungkapan rasa yang terwakilkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H