Lihat ke Halaman Asli

PKS, Demokrat Mereka bukan Malaikat

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam suatu wawancara di Metro TV, Bapak Hidayat Nurwahid menjawab mengenai perpecahan yang ada ditubuh partai berlambang bulan sabit dan padi itu, dan beliau mengatakan tidak ada, ketika di kejar mengenai adanya faksi keadilan dan faksi sejahtera, beliau juga menjawab tidak ada, ketika ditanya adakah yang berperilaku pragmatis didalam partai keadilan sejahtera beliau menjawab, PKS itu bukan kumpulan para malaikat, sama seperti manusia lain.

Jadi bagaimana dengan Demokrat? Sama jawabannya mereka juga bukan malaikat.

Inilah yang tidak dipahami oleh banyak orang Indonesia, ketika pemilihan umum tiba, seharusnya para pemilih dapat membedakan antara partai politik dengan orang-orang yang akan dipilih.

Banyak pemilih di negara tercinta ini, yang tidak rasional dalam menentukan pilihan, hanya ikut-ikutan, atau terpengaruh oleh beberapa lembar fulus yang sangat tidak seberapa, padahal mudharat dan mafsadatnya jauh lebih banyak ketika orang tersebut terpillih.

Tetapi apa lacur nasi sudah menjadi bubur, kata Aa Gym dari pada menggurutu, lebih baik menambahkan rempah-rempah bin bumbu lalu masukkan ayam, dan hal-hal lain yang menjadikan bubur ayam jauh lebih enak untuk dimakan,menggurutu dan menyesal tidak akan pernah membuat bubur menjadi nasi kembali. Ok. Bukan Aa Gym yang ingin saya ceritakan disini. Saya ingin bicara wakil rakyat yang katanya kumpulan orang-orang terhormat, bukan sarang penjahat kata Priyo Budi Santoso.

Ketika orang tersebut dipilih dan terpilih duduk sebagai wakil rakyat, mereka pun dicaci maki, dan sumpah serapah dialamatkan kepada mereka disebabkan dari ulah mereka sendiri.

Dan ketika sumpah serapah tak pernah di indahkan oleh pribadi-pribadi wakil rakyat, mulailah dengan mencaci maki partai secara umum, sampai suku-suku orang tersebut dilabeli, dasar arab, dasar onta, dasar batak.

Hups.... Yang bersalah orangnya kenapa arab dan onta yang di bawa-bawa, yang nggigau kan orangnya kenapa batak yang diseret-seret,dan anehnya mengaku berpendidikan. Seolah yang berpendidikan lebih terhormat, lebih santun, dan beradab.

Padahal suku-suku yang "katanya" tertinggal dan tak berpendidikan jauh lebih santun dan beradab, tidak menggunakan kosa kata kebun binatang, yang binatang sendiri mungkin akan protes jika tahu karena namanya diikut sertakan.

Jadi mengapa mencaci maki, itu hanya menguras energi, teriak -teriak dijalan terkadang hanya dianggap anjing menggongong kafilah berlalu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline