Lihat ke Halaman Asli

Pemerintah Bisa Jadikan Media Massa Sebagai Mitra Konstruktif

Diperbarui: 25 Agustus 2015   05:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Media massa selalu mengalami tantangan dari masa ke masa sesuai semangat zaman. Selain media digital, demokrasi telah mengubah media. Bagi banyak negara di luar Barat, kebebasan berpendapat merupakan hal relatif baru. Demokrasi yang salah satu unsurnya partisipasi aktif warga negara di dalam politik dan kehidupan warga memunculkan suara kritis masyarakat terhadap pemerintah. Tidak semua pemerintahan siap menghadapi kebebasan berpendapat, termasuk kebebasan pers, yang wujudnya adalah kontrol terhadap pemerintah. Dua contoh adalah Mesir dan Spanyol. Organisasi Persatuan Wartawan Mesir tengah mengajukan peninjauan kembali undang-undang anti teroris ke Mahkamah Konstitusi Mesir karena dianggap mengancam kebebasan pers. Dalam undang-undang yang baru tersebut, mewartakan berita dapat menjadi kejahatan ketika informasi yang disajikan berbeda dari versi pemerintah.

Media massa Spanyol mengalami persoalan sama. Undang-Undang Keamanan Warga Negara melarang penyebaran gambar, video, dan konten lain yang dianggap merugikan polisi dan pasukan keamanan negara. Kehadiran media digital semakin memperluas ruang penyebaran informasi. Warga biasa juga dapat melaporkan peristiwa sehingga lahir istilah jurnalisme warga. Banyak informasi penting lahir dari kiriman warga, antara lain saat penembakan wartawan majalah mingguan Charlie Hebdo di Paris, Januari lalu. Atau bentrok berbau rasial antara polisi dan warga di Ferguson, Missouri, AS. Pers Indonesia mengalami kontrol ketat di masa Orde Baru. Reformasi 1998 memungkinkan media massa lebih efektif mengontrol tiga pilar demokrasi, yaitu lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pers bahkan dianggap sebagai pilar keempat demokrasi. Karena itu, wacana tentang pasal penghinaan presiden ditolak sejumlah pihak karena khawatir menjadi alat menekan kebebasan pers.

Dalam tegangan-tegangan antara demokrasi, kebebasan berpendapat, dan pers sebagai ciri masyarakat modern, pers dapat meneguhkan perannya. Menarik pendapat mantan Sekjen ASEAN Surin Pitsuwan dalam Forum Tahunan Klub Wartawan ASEAN di Bangkok, Rabu lalu. ASEAN tidak lagi memiliki figur pemimpin kuat, seperti Soeharto, Lee Kuan Yew, dan Ferdinand Marcos, karena proses demokrasi meningkatkan partisipasi warga. Peran media massa sebagai penghubung gagasan, ide, di antara pemangku kepentingan, termasuk warga, semakin penting, terutama saat Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai berlaku pada 31 Desember 2015. Dalam masyarakat banjir informasi, media massa yang bekerja profesional semakin penting sebagai penyedia informasi yang dapat dipercaya. Alih-alih memusuhi dan mengerangkeng, lebih baik negara menjadikan media massa mitra konstruktif.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline