Lihat ke Halaman Asli

Pangestu Adika Putra

Pekerja Visual

Partai Nonparlemen: Potensi Kekuatan yang Belum Terwujud dalam Perpolitikan Indonesia

Diperbarui: 9 September 2023   15:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lambang partai politik peserta pemilu. (KOMPAS/HERU SRI KUMORO)

Sumber daya partai nonparlemen memang tidak sebesar partai-partai parlemen. Namun jika mereka bersatu dalam koalisi, bisa jadi mereka menjadi penyumbang kekuatan yang signifikan. Tahun ini ada 17 partai politik peserta pemilu 2024, lebih banyak dari tahun 2019 yang hanya 16 parpol. 8 Partai di antaranya adalah partai nonparlemen dan 9 terdiri dari partai parlemen.

Flashback ke tahun 2019, dilansir dari situs resmi Kominfo total perolehan suara dari keseluruhan partai nonparlemen tesebut mencapai 9,25%, cukup besar bukan? Seimbang dengan NasDem (9,05%) bahkan mengalahkan perolehan suara PKS, Demokrat, PAN, dan PPP. Bagaimana dengan tahun 2024? Masuknya Partai Gelora sebagai peserta pemilu akan semakin menambah kekuatan partai nonparlemen. Sekali lagi jika seluruh partai nonparlemen bersatu dalam satu koalisi, kekuatan mereka akan semakin besar.

Namun demikian, bersatunya mereka dalam satu koalisi sangatlah mustahil mengingat adanya perbedaan ideologi, visi & misi, hingga kepentingan partai yang jelas berbeda. Lantas, bagaimana Taji Partai Nonparlemen jika tidak bersatu dalam satu koalisi? mereka akan tetap berada dalam bayang-bayang partai-partai besar yang telah lebih mapan. Mereka akan tetap "mbuntut" kemanapun partai besar berlabuh.

Tidak ada yang salah, bahkan wajar mereka mencari aman dengan bersandar pada partai-partai besar. Toh bersatu pun belum tentu hasilnya akan memuaskan, bukan? Sebab yang akan mereka hadapi adalah partai-partai dengan kekuatan sumber daya yang besar dan terorganisasi.

Lahirnya partai-partai baru, setidaknya 10-15 tahun belakangan ini seringkali mereka menawarkan diri sebagai alternatif pemimpin yang lebih baik dan wadah aspirasi masyarakat yang belum terwakili. Namun kenyataannya, kehadiran mereka seringkali tidak memberikan warna baru yang substansial dalam perpolitikan Tanah Air. Gitu-gitu aja.

Lagi-lagi mereka mengadopsi narasi yang tidak jauh berbeda dari partai yang sudah-sudah. Bermain Isu seksi yang sering dibicarakan orang. Pemberantasan korupsi, pemberantasan kemiskinan, dan perbaikan infrastruktur menjadi janji yang sering dikumandangkan. Tapi pada akhirnya? Ya gitu-gitu saja.

Okelah saya sepakat jika tiga Isu memang penting untuk dipikirkan. Lebih penting dari itu sebagai partai baru mestinya tidak menggunakan gagasan yang sama dengan partai yang yang telah establis. Sekalipun isunya sama, sebaiknya menggunakan gagasan yang lebih baru, inovatif, logis, dan komprehensif tentunya.

Saya suka dengan gagasan baru Bu Megawati. Kurang lebih beliau berpendapat sebaiknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibubarkan saja. Walaupun sebelumnya sosok Fahri Hamzah juga pernah getol dengan gagasan serupa, kini saya jarang mendengarnya lagi dari Fahri.

Bukan semata-mata tentang bubarnya KPK begitu saja. Yang saya garis bawahi adalah beraninya gagasan itu dikeluarkan di tengah-tengah harapan besar masyarakat terhadap KPK untuk memberantas korupsi yang kian menjadi-jadi. Kontroversial memang, tapi logis dan itu mengajak masyarakat untuk berpikir pada level yang lebih tinggi.

Apa kaitannya dengan Partai Nonparlemen? Kaitannya adalah bahwa partai nonparlemen harus memiliki gagasan-gagasan yang kreatif, logis, dan kompregensif. Jika harus perang pikiran, peranglah. Bangun gagasan yang tidak biasa, sajikan alternatif politik yang antimainstream.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline