Lihat ke Halaman Asli

pangeran toba hasibuan

jadilah seperti akar meski tidak terlihat, tetap tulus menguatkan batang dan menghidupi daun, bunga atau buah termasuk dirinya sendiri

Kemenaker Pengayom Pekerja

Diperbarui: 8 Maret 2022   16:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada dasarnya pemerintah menyelenggarakan kegiatan pembangunan dan pelayanan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu pemerintah membuat peraturan dan perundang-undangan guna memberikan kepastian hukum bagi masyarakat; memberikan perlindungan dan jaminan atas terpenuhinya hak-hak masyarakat, menciptakan ketertiban serta kenyamanan masyarakat. Yang kesemua itu bermuara pada kemaslahatan orang banyak.

Oleh sebab itu, sebelum peraturan maupun perundang-undangan dibuat, pemerintah dan DPR perlu menyerap aspirasi masyarakat yang berkembang secara terbuka, sehingga tidak menimbulkan resistensi setelah diterbitkan.

Tapi kenyataannya tidak jarang perundang-undangan maupun peraturan yang sudah dikeluarkan menuai penolakan dari masyarakat, seperti yang sedang terjadi sekarang ini. Masyarakat pekerja menolak diberlakukannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 tahun 2022.

Masyarakat pekerja menolak permenaker yang baru, karena Jaminan Hari Tua (JHT) yang merupakan hak pekerja baru bisa dicairkan setelah pekerja berusia 56 tahun. 

Padahal peraturan sebelumnya, permenaker nomor 19 tahun 2015  menyebutkan, pencairan JHT bisa dilakukan sebulan sejak pekerja mengalami PHK tanpa ada pembatasan usia. Publik tidak mengetahui dengan pasti alasan penerbitan permenaker yang baru ini, karena penjelasannya memang sangat minim. 

Di masa pandemi Covid-19 yang menggempur hampir semua sendi kehidupan masyarakat, tidak sedikit pekerja yang harus kehilangan pekerjaan karena PHK.

Bagi pekerja yang berhenti (PHK) sebelum usia pensiun dan mendapat pesangon yang cukup memadai dari perusahaan tempat bekerja, tentu tidak akan segera mencairkan  JHT yang memang merupakan hak pekerja. 

Tetapi sebaliknya, bagi pekerja yang mendapatkan pesangon hanya sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali, maka pencairan JHT ini sangat dibutuhkan guna membantu kelangsungan hidup pekerja bersama keluarga. 

Jadi tidak ada masalah sebenarnya permenaker nomor 19 tahun 2015, kecuali permenaker yang lama tersebut menyalahi perundang-undangan di atasnya.

Kemenaker seharusnya sebagai pengayom pekerja bukan justru menimbulkan keresahan baru dengan mengeluarkan permenaker yang berpotensi menambah beban masyarakat. 

Semoga kita masih belum lupa, bahwa MA sudah memutuskan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan MK pun memerintahkan Pemerintah menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline