Pada tahun 360 SM, seorang filsuf Yunani, Plato menciptakan suatu karya yang diberi nama Critias, suatu karya yang menceritakan tentang Benua Atlantis, Benua yang menjadi sumber peradaban dalam bentuk budaya, kekayaan alam, ilmu pengetahuan, teknologi dll.
Banyak penelitian yang sudah dilakukan diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Prof. Arysio Nunes dos Santos, seorang atlantolog, geolog, dan fisikawan nuklir asal Brazil. Ia menegaskan bahwa Atlantis itu adalah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Setelah melakukan penelitian selama 30 tahun, ia mempublikasikan hasil penelitiannya dalam sebuah buku : Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitifve Localization of Plato's Lost Civilization (2005). Santos menampilkan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Indonesia. Sistem terasisasi sawah yang khas Indonesia, menurutnya, ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko.
Percaya atau tidak, fakta yang ada menunjukan bahwa indonesia sebagai negara kepulauan memang memiliki sumber daya alam yang begitu luar biasa melimpah. Tanah yang begitu subur, posisi geografis dan iklim tropis menjadikan tongkat kayu dan batu jadi tanaman, katanya.
Harta karun yang terpendam dibawah-bawah tanah serta perairan bumi indonesia adalah karunia Tuhan yang Tuhan berikan untuk bangsa indonesia agar bangsa indonesia bisa menikmati, memanfaatkan serta mensyukurinya sebagai nikmat Tuhan yang maha Pengasih lagi maha Penyayang.
Namun, ketamakan dan kerakusan bangsa eropa pada awal abad 16 telah menghancurkan segala sendi kehidupan masyarakat nusantara, kearifan lokal dan atau tatanan nilai yang luhur menjadi puing-puing yang hanyut oleh aliran darah dan air mata para leluhur yang mencoba mempertahankan haknya atas seluruh kekayaan bumi nusantara.
Dewasa ini, setelah hampir 73 tahun merdeka, indonesia masih belum dapat menuntaskan kemiskinan dan kebodohan. Penderitaan dan kesengsaraan rakyat yang berkepanjangan menciptakan suatu tanda tanya besar, SIAPA YANG MENIKMATI KEKAYAAN ALAM NEGERI INI?. data yang ada menunjukkan bahwa "ASING" menguasai sekitar 79% SDA indonesia.
Adapun data dari BPS , angka kemisikan di Indonesia per September 2017 mencapai 26,58 juta jiwa, sedangkan menurut versi Bank Dunia yaitu mencapai 70 juta jiwa. Hal ini menunjukkan ketidakmampuan negara untuk menyelesaikan kemiskinan dari hulu hingga ke hilir pada setiap era kepemimpinan yang ada.
Dalil yang selama ini terdengar hanyalah kemampuan negara untuk sekedar menurunkan, bukan menghilangkan kemiskinan itu sendiri. Memang benar, untuk bisa sampai pada titik tidak adanya lagi kemisikan membutuhkan suatu proses penurunan terlebih dahulu, akan tetapi saya pribadi melihat bahwa dalil untuk menurunkan tingkat kemisikan hanya sebuah kamuflase yang dibungkus oleh pemerintah untuk melegitimasi kepemimpinannya agar terus berlanjut hingga periode selanjutnya.
Hal ini didasari pada pandangan saya bahwa kemisikan itu memang sengaja diciptakan guna mempertahankan stabilitas ekonomi liberal kapitalistik demi tetap tersedianya tenaga-tenaga murah yang jangankan untuk bermimpi jadi orang kaya, untuk sekedar berkhayal masih hidup esok hari pun mereka tak berani.
Mereka hidup ditengah tengah antara kepasarahan dan ketakutan akan realitas kehidupan yang tak pernah bisa lepas dari adanya conflict of interest antara penguasa dan pengusaha untuk sama-sama mengambil keuntungan dari adanya kelompok yang miskin.
Tentu kita mengetahui, bahwa problema yang terjadi di indonesia sangatlah banyak dan begitu kompleks, namun, permasalahan kemisikan adalah permasalahan yang paling fundamental karena berkaitan dengan isi perut seorang manusia.