Lihat ke Halaman Asli

Sabda Air Kepadaku (Fefleksi)

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Suatu hari kami bertemu di sebuah musim.
"Kenapa kau begitu marah kepada Jakarta?" Tanyaku heran. Geram lebih tepatnya.
Penuh bijak air menjawab,
"Aku tidak marah... Aku hanya menggugat apa yang menjadi hak-ku yang kalian langgar, kawan"
"Maksudmu siapa?" Geramku bertambah.
"Itu sekumpulan kalian yang sok pintar dan gemar mengeluarkan perintah!"
Aku mengangguk, meski tak jelas siapa yang ia maksud sebenarnya.
"Kalau itu menjadi hak-mu, lantas apa yang kewajibanmu?" Tanyaku dengan sedikit meninggikan suara.
Air tak mau kalah. Ia menggoyang-goyangkan tubuhnya.
"Aku dititah: agar kalian berpikir dan bertindak bijak pada alam. Tidak semata menambah perut buncitmu di balik meja-meja. Atau sekadar menata pelbagai keindahan menurut versi kalian!"
Aku terdiam bersungut-sungut malu. Kusudahi dialog..




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline