Lihat ke Halaman Asli

Polri Jaman Jokowi, Gus Dur, Mega, Habibie

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keempat Presiden ini berlatarbelakang sipil.

Jokowi adalah Presiden hasil Pilpres Langsung, sedangkan beliau bertiga adalah hasil ketetapan MPR,

Habibie menjadi Presiden karena pak Harto minta berhenti, bahkan meminta Habibie juga berhenti karena seluruh kabinet mundur. Tetapi Habibie 'keukeuh' ingin menjadi Presiden, akibatnya sejak hari itu sampai akhir hayatnya, pak Harto tidak pernah lagi berbicara kepada Habibie, anak angkat yang dikasihinya, menteri selama 20 tahun sebelum menjadi Wapres. Ketika pak Harto menjelang ajal pun, Habibie dan istri ditolak pihak keluarga pak Harto untuk sekedar masuk membezoek di kamar RS Pertamina. Habibie hanya setahun lebih menjadi presiden. Benteng pendukungnya adalah Wiranto. Panglima TNI Wiranto kurang mendukungnya karena faktor ketegangan Habibie  dengan Soeharto.

Gus Dur dinaikkan oleh Amien Rais cs menjadi Presiden menggantikan Habibie yang ditolak pertanggungjawaban pidatonya dalam Sidang Istimewa MPR. Ganjalan Amien Rais cs pula yang mencegah Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden padahal PDIP pemenang mutlak Pemilu 1999. Mega hanya diganjar menjadi Wapres. Gus Dur hanya 18 bulan menjadi Presiden, karena diberhentikan oleh DPR/MPR. Sisa 42 bulan jabatan Presiden diberikan kepada Mega. Hubungan Gus Dur sangat buruk dengan TNI ditandai dengan merebaknya berbagai kerusuhan di berbagai penjuru timur Tanah Air. Gus Dur memisahkan Polri dari kesatuan TNI, menjadi Polri langsung di bawah Presiden, yang bisa sipil bisa militer. Sempat terjadi Kapolri Bimantoro membangkang kepada Gus Dur. Polri masih lemah dalam hal mendukung Presiden Gus Dur. Keuangan negara masih dikuasai sisa Orde Baru, bukan rezim Gus Dur.

Megawati Soekarnoputri menjabat 42 bulan sebagai Presiden ke 5 NKRI. Hubungan dengan militer telah diperbaharui dan lebih baik secara bertahap. Negeri mulai lebih tenang dari berbagai kerusuhan. Penataan sesungguhnya sebagai negeri demokrasi pasca reformasi dimulai dengan baik. KPK mulai dibentuk dengan dijiwai TAP MPR tentang pengusutan harta kekayaan negara yang dijarah oleh keluarga Soeharto dan kroni-kroni Orde Baru-nya, hal ini membuat TNI agak kurang 'senang'. Polri mulai membuat jarak dengan TNI.

Megawati adalah Presiden sipil yang pertama mengalami Polri dalam kendali langsung. Hasilnya? Peningkatan luar biasa dugaan kasus rekening gendut para petinggi Polri dan mulai meratanya kejadian gratifikasi Polri di semua lini hingga Polda dan Polsek. Mega adalah Presiden sipil terakhir dekade 2000 awal, karena kemudian SBY asal militer memenangkan capres 2004 dan 2009 selama 10 tahun.

Jaman SBY menjadi Presiden ke 6, walau Polri di bawah kendali Presiden, para petinggi Polri mulai terus menjadi semakin gendut rekeningnya, mengalami peristiwa korup luarbiasa dengan meledaknya kasus Cicak-Buaya Jilid 1, lalu kasus Kabareskrim Susno Duadji, pengkriminalisasian Ketua KPK Antasari Azhar. SBY membuat terobosan dengan mengangkat Kapolri seorang jenderal bintang 2, Timur Pradopo, setelah kasus Susno Duadji selesai dengan dipenjaranya Susno. Polri telah harus dengan susah payah dikendalikan oleh SBY, yang notabene militer dan relatif kuat lobi militernya.

Saat ini, Polri yang telah susah payah dikendalikan oleh SBY (yang faktanya lebih kuat dari Jokowi), telah menjadi semakin susah dikendalikan oleh Jokowi, contoh segala manuver BG menohok kewibawaan Presiden. Masalahnya Jokowi sama sekali tidak merasa tertohok oleh ulah BG dan kawan-kawan. Para petinggi Polri 'celometan' perang urat syaraf dengan KPK, hal mana yang menjemukan rakyat, pun didiamkan oleh Jokowi.

KPK telah lama ada di hati rakyat, petinggi Polri rekening gendut sangat tidak berkenan di hati rakyat.

Polri jaman Jokowi semakin sulit dikendalikan, apalagi oleh Presiden lemah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline