Kau hujami ku dengan seribu kata yang tak singkat tuk dimengerti, aku membacanya, mengeja kata demi kata hingga dahi mengerut
Kata mu sajak terperih; kita jauh berbeda, kini. Ku tangkap inti suratmu yang ingin menyudahi semua
Tapi serbuk amore telah kau hirup sedemikian banyak hingga buat mu ragu tuk pergi
Kita terlalu paradox; tak bisa tinggal namun harus usai. Aku memaksa tuk mengerti mesti sulit, kata itu penuh dengan intrik
Lalu ku coba balas menggunakan tinta perih berwarna hitam pekat
Berisikan ragam tanya perihal perbedaan yang dulu kau amini tapi kini sangat kau haramkan ada
Dan pertanyaan lain yang menyangkut pengkhianatan keji pada hati yang selalu menunggu kata romantis kala hujan malam hari datang
Pergilah... Aku akan memaksa hati ini tuk terbiasa, dan tak akan lagi menagih senyumu yang selalu ingin ku temui setiap malam minggu
Pergilah... Aku tak akan mengamini keberadaan yang dipaksakan, walau ku tahu wangi hujan terlalu ganas mengingatkan semua manis kata-kata mu
Pergilah... Dan tak ada lagi, kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H