saya adalah orang yang kurang yakin bahwa presiden yang akan terpilih besok bisa memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perbaikan tingkat hidup saya. eh tapi jangan buru buru disalahkan ya, iru cuma penilaan saya dari pengalaman 2 tahun ikut pemilihan presiden langsung 2 periode yang lalu. buktinya kalau tidak usaha sebdiri ya nasib saya ngak kunjung berubah berubah. tak peduli siapa presiden yang terpilih, siapa gubernur yang terpilih dan siapa bupati yang terpilih.
saya menjadi ikut tertarik pada pemilihan presiden yang akan datang ketika kawan kawan petani saya begitu mantap mendukung salah satu calon presiden yang akan bertarung di pilpres yang akan datang. saya rasa tidak perlu saya sebutkan kan mayoritas pilihan mereka siapa? itu lo yang wajahnya seperti petani tulen. meskipun ada juga yang memilih ketua himpunan kerukunan tani indonesia. yang pernah diberitakan ketemuan pakai helikopter itu lo...
yang satu wajahnya mirip petani, yang satu ketua himpunan kerukunan tani, dan pernah mendirikan asosiasi petani indonesia? kira kira tokoh mana ya yang menguntungkan petani? harus pilih yang menguntungkan petani dong apalagi setelah mendengar berita ada yang mengusulkan subsidi pupuk sebesar 18 T mau di cabut. kalau salah pilih tokoh bisa bisa hak mengelola sawah pertaniah dijual ke freeport atau exon nih. sekali lagi jarus pilih tokoh yang tepat untuk capres.
dari tadi tokoh yang tepat, tokoh yang tepat, tokoh yang tepat, tokoh yang tepat itu kriterrianya apa? kriteria nya ya tentu saja tokoh yang bisa mensejahterakan petani. cara mensejahterakan petani yang bagaimana? apakah tokoh yang bisa memberikan 1M untuk petani 1 desa, apakah tokoh yang memberikan pupuk gratis ? apakah tokoh yang memberikan pada petani masing masing 1 traktor?. tentu saja bukan. alasannya bantuan yang diberikan kepada petani berupa barang atau uang biasanya habis di jalan alias dikorupsi. lalu apa sih yang sebenarnya dibutuhkan oleh petani?
yang paling dibutuhkan petani, saya rasa bukan berupa barang uang atau peralatan. ya meskipun suplai pupuk murah itu perlu, modal untuk beli bibit tabaman itu perlu dan peralatan seperti traktor itu perlu, tapi yang menjadi permasalahan saat ini tanaman yang dibudidayakan oleh petani itu sebagian besar kurang menghasilkan banyak keuntungan. atau kalau hasil panen banyak namun ketika panen harga turun jauh.
sebagai cintih, di gunung kidul tepatnya di daerah ngawen, sebagian besar petani menanam singkong pada musim kemarau atau lombok. hasil dari tanaman ini tidak banyak. rata rata cuma cukup untuk cadangan makanan sendiri. atau kalau lebih dijual dan uangnya untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. disana, di tempat yang cukup kering tersebut saya kenal salah satu petani yang membudidayakan tanaman jenis lain, yaitu pepaya. tanaman pepaya ini nanamnya cuma sekali, produktif selama 4 tahun dan panennya tiap 5 hari sekali. sekali panen rata rata menghasilkan sekitar 1 ton pepaya. jika harga perkilonya dirata rata 2000 maka penghasilan sekali panen sekitar 2 juta. petani di lahan kering pemasukan kotornya 2 juta dalam 5 hari? PNS boleh jadi iri nih.
dari siniterlihat bahwa sebenarnya menjadi petani itu sebenarnya tidak harus sengsara, petani tidak harus menjadi kasta terendah di negara kita indonesia ini asal, para petani tersebut ada yang membimbing ada yang memberi tahu dan ada yang mendorong. cara mendorongnya ya bisa lah dimulai dengan bagi bagi gratis benih atau bibit tabaman alternatifnya. nah kalau ada tokoh calon presiden kita yang mau berbuat seperti ini saya tak akan ragu lagi memilih, baik yang bermuka petani atau yang muka tentara tapi banyak pengalaman di organisasi organisasi tani. siapa tahu calon yang terakhir ini mau meminjamkan helikopternya untuk petani biar sekali kali nyemprot pestisidanya pakai helikopter. salam pertanian indonesia
jika bukan dalam bentuk barang, jika bukan dalam bentuk uang, maka yang diperlukan petani sekarang ini lebih ke pemberian pengetahuan bimbingan dan dorongan. adakah tokoh calon presiden yang mampu memberikan ini?
http://panduanbudidayapepaya.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H