Lihat ke Halaman Asli

SOB yang anti SNOB

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

SOB... Son of Boss, putra Owner. Siapa yang tak tergetar dengar istilah ini bagi karyawan diperusahaan2 keluarga. Anak Bos, apalagi sang putra mahkota biasanya identik dengan sosok yang sok tahu, sangar, menindas karyawan atau justru perayu karyawati yang cantik. Akrab dengan gossip dan omongan miring. Ulah tengilnya lebih kesohor dibanding prestasinya. Alhasil, kata SOB sering diplesetkan dengan SNOB, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai : ”orang yang suka menghina dan meremehkan orang lain yang dianggap lebih rendah daripadanya”. Singkatnya Snob berarti Sok Kuasa, sok kaya, sombong, belagu...

Contohnya pada suatu perusahaan keluarga, sang SOB ”putra mahkota” yang menjabat jadi Direktur memanggil Manajer Umum. Ia memintanya untuk mengganti semua karpet di kantor Pusat yang lebih dari seluruh lantai, harus dengan suara yang gemetar, Manager Bagian Umum menyampaikan prosedur penggantian inventaris di Kantor Pusat, katanya ”Maaf Pak, sesuai prosedur, untuk ganti karpet di seluruh lantai. Mendengar itu, sang SOB dengan ketus mengatakan : ”Kamu mau dipecat ya ? Pilih saya atau Bapak Saya. Dia itu Masa lalu, Saya adalah Masa Depan perusahaan ini”

Beda dengan yang terjadi di perusahaan saya bekerja saat ini. Saya bersyukur owner kami adalah pengusaha berbudi luhur yang mendidik anak-anaknya dengan benar sehingga seringkali dipuji bahwa sang owner telah mendidik anaknya dengan betul, sehingga ke 2 anaknya diakui sebagai pribadi yang rendah hati, santun dan menghormati orang yang lebih tua.
”Like father, like Son”... demikian peribahasa yang tepat menggambarkan karakter keluarga ini. Gambaran yang pas bagi sang ayah sebagai pendiri perusahaan, ”Di balik sosoknya yang tinggi besar, terdapat jiwa rendah hati dan sederhana yang sangat mengesankan”

Pengalaman saya bersama SOB, yang merupakan ”putra mahkota” perusahaan, sebut saja namanya Pak Sugi. Kejadiannya pada 3 tahun yang lalu, ketika saya menjadi Ketua Panitia acara Outing perusahaan.
Menjelang keberangkatan dari kantor dengan 6 bis, saya dengan megaphone mengumumkan ”Para peserta pria dimohon turun dari bis untuk mengambil kardus minuman di lobby kantor untuk dibawa ke bis masing-masing. Sesudah para karyawan pria turun dari bis, Saya melihat Pak Sugi yang satu bis dengan saya, juga turun. saya pikir dia akan ke WC. Tak disangka, tak lama kemudian Pak Sugi terlihat berjalan ke arah bis... dengan memanggul kardus air mineral di bahunya. Melihat hal yang tidak biasa itu, seorang Direktur yang memanggul sendiri kardus... berkata ”Pak Sugi, biar saja Pak yang angkat kardus itu ke Bis”. Ternyata Jawaban Pak Sugi di luar dugaan. Ia dengan tersenyum menjawab ”Kardus ini untuk Bis saya. Kalau mau, kamu ambil sendiri kardus air minum untuk bis kamu”.

Keterkejutan kami pada sikap Pak Sugi tak berhenti di situ. Setelah sampai di lokasi Outing di Hutan Pinus Cikole di Lembang, kami mendengar cerita ”tidak biasa” kesaksian dari para sopir kantor yang membawa mobil panitia. Pada waktu istirahat, Pak Sugi mendatangi sang sopir untuk beratanya ”Apa di sini ada Taksi?”. Sang sopir dengan heran menjawab. “Tidak ada Taksi di sini Pak. Yang ada Ojek, Untuk apa Pak?”. Pak Sugi menjelaskan bahwa istri dan anak juga sedang menginap di Lembang, tapi mnginap di hotel lain, Grand Lembang yang lokasinya tidak jauh dari Hutan Cikole. Pak Sopir menawarkan “Pak Sugi, ini kan ada mobil kantor. Pakai saja, Silakan Pak, saya antar” katanya sambil membuka pintu belakang mobil kantor sambil mempersilakan. Jawaban Pak Sugi, lagi-lagi di luar dugaan para karyawan. Ia menapiknya dengan santun “Jangan, ini kan mobil Panitia. Bagaimana kalau panitia membutuhkannya”. Sudah, tolong panggilkan saja Ojek. Dan iapun berangkat dengan Ojek.

Ternyata keteladanan ada dimana-mana. Tokoh panutan tidak perlu dicari jauh, ada di sekitar kita. Beruntung saya bekerja di perusahaan yang dipimpin orang-orang baik yang bisa dijadikan teladan.

- Pandji Kiansantang -

Jakarta, Rabu 5 November 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline