Lihat ke Halaman Asli

Penyalahgunaan NAPZA dalam Perspektif Psikologi Forensik

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyalahgunaan NAPZA

Perspektif Psikologi Forensik

Abdullah Farkhan

Intan Pandina

Karina Safitri

PENDAHULUAN

Perkembangan penyalahgunaan Narkotika dan obat-obatan terlarang semakin marak dan menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Makin meningkatnya penyalahgunaan obat-obat (terlarang) oleh masyarakat semakin mencemaskan mengingat intensitas penyalahgunaan obat akhir-akhir ini selain makin marak, juga makin meluas sehingga dapat membahayakan. Berbagai upaya baik berupa pencegahan, pemberantasan maupun penanggulangan permasalahan peredaran gelap Narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya telah dilakukan oleh segenap elemen bangsa ini. Seperti upaya pembaharuan undang-undang tentang Narkotika dari UU Nomor 22 tahun 1997 menjadi UU Nomor 35 tahun 2009. Undang-undang terbaru itu diyakini dapat memberikan efek jera yang diiringi harapan semakin berkurangnya jumlah penyalahgunaan Narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya di Indonesia. Pelaksanaan upaya pencegahan juga telah dilakukan baik oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) ditingkat pusat sampai dengan Kabupaten melalui upaya-upaya penyuluhan dan sosialisasi tentang bahaya narkoba serta langkah-langkah penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dibantu instansi-instansi terkait lainnya. Berbagai pabrik-pabrik yang memproduksi Narkotika berhasil di ungkap oleh petugas, namun tetap saja bahaya kejahatan ini menjadi sebuah permasalahan yang harus diwaspadai oleh masyarakat.

Peredaran gelap Narkotika dan obat-obatan terlarang ini telah menjadi sebuah bisnis besar yang menghasilkan keuntungan besar bagi para pelaku kejahatan tersebut. Namun dibalik hal itu, ancaman yang diberikan dari penyalahgunaan Narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya ini sungguh teramat berbahaya. Masalah ini bukanlah permasalahan yang harus di atasi oleh pemerintah dan aparatnya, melainkan menjadi sebuah permasalahan yang harus di atasi oleh keseluruhan masyarakat beserta elemen-elemen pendukungnya. Melihat trend perkembangan peredaran dan penyalahgunaan Narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya saat ini, adalah suatu hal yang sangat sulit di berantas dan ditanggulangi apabila kita hanya mengandalakan peran pemerintah dan instansi terkait termasuk Kepolisian semata.

KAJIAN TEORITIS

Pengertian Napza

Menurut Hawari (1991) Napza adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat adiktif lainya. Napza mencakup segala macam zat yang disalah gunakan untuk Gitting, mabuk, fly atau high, yang dapat mengubah tingkat kesadaran seseorang. Termasuk dalam Napza adalah obat perangsang, penenang, penghilang rasa sakit, pencipta ilusi atau psikotropika, dan zat-zat yang tidak termasuk obat namun dapat disalahgunakan (misalnya alkohol atau zat yang bisa dihirup seperti bensin, lem, tinner, dan lain-lainya sehingga high.

Narkoba merupakan istilah yang sering dipakai untuk narkotika dan obat berbahaya. Narkoba merupakan sebutan bagi bahan yang tergolong narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Disamping lazim dinamakan narkoba, bahan-bahan serupa biasa juga disebut dengan nama lain, seperti NAZA (Narkotika,Alkohol, dan Zat adiktif lainnya) dan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya) (Witarsa, 2006).

Menurut Budiarta (2000) Napza merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi bahkan menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Napza pada dasarnya merupakan jenis obat atau zat yang berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan seperti terapi, contohnya adalah morfin, opium, sabu-sabu (amfetamina), PCP (halusinogen) dan lain-lain (Rojak, 2005).

Menurut pendapat Yatim (dalam Buletin Psikologi, 1998) yang termasuk Napza adalah semua jenis obat yang menimbulkan ketergantungan, antara lain adalah Narkotika sekelompok obat yang bersifat menenangkan syaraf dan mengurangi rasa sakit, Depresants; jenis obat yang digunakan untuk menenangkan seseorang atau dipakai untuk obat tidur, Stimulan, meningkatkan kemampuan fisik seseorang, namun juga dapat menimbulkan kerusakan fisik, Kanabis; sejenis tanaman perdu yang mengandung delta-gtetra kanobinol (THC), dan yang terakhir Hallusinogen; pada pengguna dapat menimbulkan perasaan tidak rill, yang dapat meningkatkan halusinasi menjadi persepsi yang salah.

Kelompok Berdasarkan Efek

Berdasarkan efek yang ditimbulkan terhadap pemakainya, narkoba dikelompokkan sebagai berikut:

§Halusinogen, efek dari narkoba bisa mengakibatkan bila dikonsumsi dalam sekian dosis tertentu dapat mengakibatkan seseorang menjadi ber-halusinasi dengan melihat suatu hal/benda yang sebenarnya tidak ada / tidak nyata contohnya kokain & LSD.

§Stimulan, efek dari narkoba yang bisa mengakibatkan kerja organ tubuh seperti jantung dan otak bekerja lebih cepat dari kerja biasanya sehingga mengakibatkan seseorang lebih bertenaga untuk sementara waktu, dan cenderung membuat seorang pengguna lebih senang dan gembira untuk sementara waktu.

§Depresan, efek dari narkoba yang bisa menekan sistem syaraf pusat dan mengurangi aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa tenang bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tidak sadarkan diri. Contohnya putaw.

§Adiktif, Seseorang yang sudah mengonsumsi narkoba biasanya akan ingin dan ingin lagi karena zat tertentu dalam narkoba mengakibatkan seseorang cenderung bersifat pasif, karena secara tidak langsung narkoba memutuskan syaraf-syaraf dalam otak,contohnya ganja, heroin, putaw.

§Jika terlalu lama dan sudah ketergantungan narkoba maka lambat laun organ dalam tubuh akan rusak dan jika sudah melebihi takaran maka pengguna itu akan overdosis dan akhirnya kematian.

Definisi Penyalahgunaan Napza

Menurut Willis (2005), maksud dari penyalahgunaan adalah suatu pemakaian non medical atau ilegal barang haram yang dinamakan Napza (narkotika dan obat-obat adiktif) yang dapat merusak kesehatan dan kehidupan produktif manusia pemakainya. Manusia pemakai Napza bisa dari berbagai kalangan, mulai dari level ekonomi tinggi hingga rendah, para penjahat, pekerja, ibu-ibu rumah tangga, bahkan sekarang sudah sampai ke sekolah-sekolah yang jelas-jelas terdiri dari para generasi muda, bahkan lebih khusus lagi anak-anak dan remaja.

Penggunaan narkoba sebenarnya yang tepat adalah untuk keperluan medis. Tetapi, karena narkoba menciptakan efek kecanduan dan kesenangan, sehingga banyak orang yang melakukan penyalahgunaan narkoba ini. penggunaan narkoba di dunia dalam bentuk penyalahggunaan sungguh sangat mengkhatirkan, dan disinyalirkan merupakan pembunuh terbesar dan penyebar virus HIV/AIDS yang dominan disamping hubungan seks bebas.

Penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba hanya untuk kesenangan, ketergantungan dan lain-lain. Dampaknya sangat negatif, dan mempengaruhi perkembangan fisik dan psikis yang sangat abnormal.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (pasal 1 ayat 14), yang dimaksud dengan Penyalahgunaan Narkoba adalah orang yang menggunakan narkoba tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter (Joewana, 2005). Seorang penyalahguna narkoba mempunyai masalah-masalah langsung yang berhubungan dengan obat-obatan dan alkohol dalam hidup mereka. Masalah-masalah tersebut dapat muncul secara fisik, mental, emosional, dan/atau bahkan spiritual.

Faktor-Faktor Penyebab Penyalahgunaan Napza

Menurut Hawkins dkk (Buletin Psikologi, 1998) beberapa faktor utama yang dipandang berpengaruh terhadap penyalahgunaan Napza adalah:

a.Faktor internal

Pola kepribadian seseorang besar pengaruhnya dalam penyalahgunaan Napza. Ciri kepribadian yang lemah dan antisosial sering merupakan penyebab seseorang menjadi penyalahguna Napza.

b.Faktor keluarga

Beberapa kondisi keluarga yang berpengaruh terhadap penyalahgunaan Napza adalah:

1) Hubungan antara anggota keluarga tidak harmonis.

2) Keluarga yang tidak utuh.

3) Suasana rumah diwarnai dengan pertengkaran yang terus — menerus.

4) Kurang komunikasi dan kasih sayang antara anggota keluarga.

5) Keluarga yang sering ribut dan berselisih.

6) Keluarga yang kurang mengamalkan hidup beragama.

7) Keluarga yang orang tuanya telah menggunakan Napza.

c. Faktor lingkungan teman sebaya

Pengaruh buruk dari lingkungan pergaulan, khususnya pengaruh dan tekanan dari kelompok teman sebaya sering menjadi sumber penyebab terjadinya penyalahgunaan Napza. Kelompok teman sebaya tersebut berperan sebagai media awal perkenalan Napza Menurut Hawkins dkk (dalam Buletin Psikologi 1998). Penyalahgunaan Napza pada kelompok teman sebaya merupakan prediktor yang kuat terhadap penyalahgunaan Napza pada remaja.

Tren perkembangan narkoba yang diungkap oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) memberikan 5 alasan yaitu:

1.Permintaan pasar yang terus meningkat.

2.Produksi narkoba yang merata hampir di setiap negara.

3.Banyak jenis baru yang lebih berbahaya.

4.Derajat kesehatan masyarakat yang menurun.

5.Saat ini Indonesia bukan saja sebagai negara tempat pemasaran tapi juga sebagai negara produsen narkoba.

Dampak penyalahgunaan NAPZA

Dampak penyalahgunaan NAPZA yang berujung pada menguatnya ketergantungan, diantaranya:

-Secara fisik:

Penggunaan NAPZA akan mengubah metabolisme tubuh seseorang. Hal ini terlihat dari peningkatan dosis yang semakin lama semakin besar dan gejala putus obat. Keduanya menyebabkan seseorang untuk berusaha terus-menerus mengkonsumsi NAPZA.

-Secara psikis

Berkaitan dengan berubahnya beberapa fungsi mental, seperti rasa bersalah, malu dan perasaan nyaman yang timbul dari mengkonsumsi NAPZA. Cara yang kemudian ditempuh untuk beradaptasi dengan perubahan fungsi mental itu adalah dengan mengkonsumsi lagi NAPZA.

-Secara sosial

Dampak sosial yang memperkuat pemakaian NAPZA. Proses ini biasanya diawali dengan perpecahan di dalam kelompok sosial terdekat seperti keluarga (lihat faktor penyebab keluarga), sehingga muncul konflik dengan orang tua, teman-teman, pihak sekolah atau pekerjaan. Perasaan dikucilkan pihak-pihak ini kemudian menyebabkan si penyalahguna bergabung dengan kelompok orang-orang serupa, yaitu para penyalahguna NAPZA juga.

Semua akibat ini berujung pada meningkatkannya perilaku penyalahgunaan NAPZA. Beberapa dampak yang sering terjadi dari peningkatan ini adalah sebagai berikut.

-Dari kebutuhan untuk memperoleh NAPZA terus-menerus menyebabkan penyalahguna sering melakukan pelanggaran hukum seperti mencuri dan menipu orang lain untuk mendapatkan uang membeli NAPZA.

-Menurun bahkan menghilangnya produktivitas pemakai, apakah itu di sekolah maupun di tempat kerja. Penyalahguna akan kehilangan daya untuk melakukan kegiatannya sehari-hari.

-Penggunaan jarum suntik secara bersama meningkatkan resiko tertularnya berbagai macam penyakit seperti HIV. Peningkatan jumlah orang dengan HIV positif di Indonesia akhir-akhir ini berkaitan erat dengan meningkatnya penyalahgunaan NAPZA.

-Pemakaian NAPZA secara berlebihan menyebabkan kematian. Gejala over dosis pada penyalahguna NAPZA menjadi lebih besar karena batas toleransi seseorang sering tidak disadari oleh yang bersangkutan.

Menurut Al Bachri (dalam Budiarta, 2000), dampak dari penggunaan Napza bagi penggunanya adalah merasakan kecemasan yang luar biasa, paranoid, delusi formikasi, berperilaku agresi, memiliki nafsu seksual yang tinggi, dan timbulnya berbagai penyakit seperti stroke, radang hati, jantung dan sebagainya hingga menimbulkan kematian.

Penyalahgunaan Napza dan Hukum

Narkotika dan zat psikotropika merupakan jenis zat yang diperlukan dalam ilmu pengetahuan dan pengobatan. Pengggunaan narkotika diatur dalam UU No.22/1997 tentang Narkotika yang dapat menimbulkan ketergantungan pisik dan psikis dan merugikan apabila digunakanoleh seseorangtanpa pembatasan dan pengawasan seksama. Sedangkan psikotropika diatur dalam UU No.5/1997 tentang Psikotropika merupakan obat yang diperlukan dalam dunia kedokteran untuk pengobatan danilmu pengetahuan. Penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikis.Narkotika dan psikotropika keduanya termasuk dalam zat berbahaya.

Penyalahgunaan narkoba dapat merugikan perorangan dan masyarakat serta merupakan bahaya besar bagi kehidupan manusia dan kehidupan bernegara di bidangpolitik, keamanan, ekonomi,dan sosial budaya. Oleh karena itu, penyalahgunaan narkoba bukan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah melainkanjuga tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat.

Dalam Undang-Undang Psikotropika telah diatur secara khusus ketentuan pidana sebagaimana ditetapkanpada BAB XIVpasal 59 sampai dengan Pasal 72, seluruhnya merupakan delik kejahatan. Tindak pidana di bidang psikotropika, antara lain berupa perbuatanperbuatan seperti memproduksi dan/atau mengedarkan secara gelap, maupunmenyalahgunakan psikotropika merupakan perbuatan yang merugikan masyarakat dannegara. Di antara ketentuan pidana yang diatur dalam UU Psikotropika terdapat ancaman pidana yang dibatasii maksimal dan minimalnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat (1), yaitu minimal pidana penjara 4 tahun dan maksimal 15 Tahun serta pidana denda minimal Rp.10 juta dan maksimal Rp.750 juta. Sementara dalam pasal 59 ayat (2) dan (3), yaitu maksimal pidana mati dan ditambah pidana denda paling banyak Rp. 5 milyar.

Untuk tindak pidana, dalam Undang-Undang Narkotika diatur padapasal 78 sampai denganpasal 100 yang merupakan ketentuan khusus. Semua ketentuan pidana tersebut jumlahnya 23pasal, sedangkan ketentuan pidana dalam Undang-Undang Psikotropika berjumlah 24pasal, semua tindak pidana di dalam Undang-Undang Narkotika merupakan kejahatan. Alasannya, kalau narkotika hanya untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan di luar kepentingan-kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan karena besarnya akibat yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secaratidak sah sangatberbahaya bagi jiwa manusia.

Dalam Undang-Undang Narkotika juga dikenal ancaman pidana minimal, namun ancaman pidana minimal ini dimaksudkan untuk pemberatan hukuman saja, bukan untuk dikenakan perbuatanpokoknya. Ancaman pidana minimal hanya dapat dikenakan apabila tindak pidananya didahului dengan permufakatan jahat. Pasal 82 ayat (2) huruf a, yaitu minimal penjara 4 tahun danmaksimal hukuman mati dan denda paling sedikit Rp.200 juta dan paling banyak Rp.2milyar. Apabiladilakukan secara terorganisasi sebagaimana diatur padapasal 82 ayat (3) hurufa, yaitu minimal penjara 5 tahun dan maksimal hukuman mati dan denda paling sedikit Rp.500 juta dan aling banyak Rp.5 milyar serta apabila dilakukan olehkorporasiseperti pasal 82 ayat (4) huruf a, b dan c didenda paling banyak Rp.7 milyar;Rp.4 milyar dan Rp.3 milyar.

Dengan demikian, dalam Undang-Undang Narkotika terdapat 3 alasan sebagai dasar untuk memberatkan hukuman, yaitu karena perbuatannya didahului dengan permufakatan jahat, karena dilakukan secara terorganisasi, karena dilakukan oleh korporasi dan karena pelakunya residivis.

Psikologi Forensik

Dalam kajian ini psikologi forensik membantu bidang hukum dalam melakukan analisis kompetensi seseorang apakah ia dapat bertanggung jawab atas tindakan kejahatannya (criminal competence and responsibility), dampak psikologis yang dialami seseorang, kompetensi mental seseorang pada situasi nonkriminal (mengatur keuangan, keputusan untuk menerima perawatan medis/psikiatris).

KESIMPULAN

Napza adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat adiktif lainya. Napza mencakup segala macam zat yang disalah gunakan yang dapat mengubah tingkat kesadaran seseorang.

Penyalahgunaan adalah suatu pemakaian non medical atau ilegal barang haram yang dinamakan Napza (narkotika dan obat-obat adiktif) yang dapat merusak kesehatan dan kehidupan produktif manusia pemakainya.

Pelanggaran atas ketentuan UU dan peraturan-paraturan penyalahgunaan obat-obatan terlarang dahulu diancam dengan sanksi pidana sebagaimana yang diatur dalam UU tentang Narkotika dan Psikotropika dalam UU No 22 tahun 1997, yang menyebutkan bahwa pengguna dan pengedar obat-obatan terlarang di hukum minimal kurungan penjara dan maksimal hukuman mati.

Dalam psikologi forensik dapat dianalisis penyebab seseorang menyalahgunakan napza serta dampak yang ditimbulkan dari pemakaian napza tersebut, yang biasanya berakhir pada ketergantungan pemakaian. Ketergantungan dapat psikologis terjadi ketika pengguna narkoba ingin menghindari persoalan hidup yang dihadapi dan melepaskan diri dari suatu keadaan atau kesulitan hidup. Kesulitan hidup tersebut dapat berupa tekanan ekonomi, konflik dalam keluarga, masalah pekerjaan, atau masalah-masalah lain yang dapat menimbulkan stres. Keadaan tersebut terus-menerus terjadi atau berulang kembali. Akibatnya pengguna narkoba tergantung dengan narkoba yang dikonsumsinya. Penggunaan yang semula dalam waktu-waktu tertentu, akhirnya menjadi kebiasaan yang tidak bisa dilepaskan (Sasangka, 2003).

Seiring berkembangnya zaman, saat ini, undang-undang yang berlaku dalam masalah narkotika ini adalah Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Perubahannya salah satunya dari segi hukumannya, yaitu para pengguna obat-obatan terlarang tersebut tidak dikenakan sanksi penjara, melainkan hanya masuk rehabilitasi saja. Pemerintah dalam Undang-Undang Narkotika pasal 45 mewajibkan pecandu untuk menjalani pengobatan dan perawatan melalui fasilitas rehabilitasiilitasi. Rehabilitasiilitasi dilakukan dengan maksud untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosial penderita yang bersangkutan (Supramono, 2004). Hal ini dikarenakan para pengguna obat-obatan terlarang itu dianggap sebagai korban, bukan pelaku. Sementara para pengedar Obat-obatan terlarang dihukum penjara hingga hukuman mati.Dalam proses rehabilitasi tersebut peran psikologi forensik adalah berperan dalam proses menegakan hukum yang diberikan kepada korban serta berperan didalam proses rehabilitasi dengan memberikan dukungan psikologis kepada para pengguna napza tersebut.

Masuknya seseorang ke dalam jeratan ketergantungan akan mengakibatkan kebutuhan zat narkoba secara pasti meningkat dan terus menerus. Keadaan ini tentu saja berdampak kepada meningkatnya kebutuhan finansialnya dalam upaya memperoleh zat tersebut. Bagi mereka yang memiliki sumber daya keuangan cukup maka ia akan dapat bertahan lama, tetapi mereka yang terbatas sumber daya ekonominya, maka ia akan mulai menjual barang-barangnya sendiri, kemudian mencuri uang atau barang orang lain, atau terjebak ke dalam prostitusi, atau kegiatan kejahatan terorganisasi lainnya. Dalam hal keadaan ini telah terlaksana, maka dengan sendirinya dapat diterapkan ketentuan hukum pidana lain yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.psychologymania.com/2012/06/penggunaan-narkoba.html

http://www.psychologymania.com/2012/06/definisi-narkoba.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Narkoba

http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=361

http://hunafa.stain-palu.ac.id/wp-content/uploads/2012/02/7-Ahmad-Syafii.pdf

Jurnal attachment:

“Pola Asuh Orangtua pada Subjek yang Menggunakan Napza”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline