Kementerian ESDM tidak ikut serta dalam pembahasan lebih lanjut yang sifatnya mikro atau Bussines to Bussines (B to B) atau operasional antara pihak-pihak yang terkait dalam transaksi kondensat tersebut. Sehingga saat kejadian penunjukkan langsung tersebut, TPPI, BP Migas tidak dibawah Kementerian ESDM.
Sebagian kalangan (termasuk media massa) masih belum memahami bahwa Kementerian ESDM bukanlah membawahi SKK Migas (dahulu BP Migas). BP Migas dibentuk berdasarkan UU Migas Nomor 22 tahun 2001 dengan tugas, pokok dan fungsi (Tupoksi) pada tataran manajemen mikro (operasional) minyak dan gas (Migas). Tugasnya melakukan supervisi dan penyelenggaraan regulasi mikro terhadap kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) Migas. Sebaliknya kementerian ESDM, dalam hal ini Ditjen Migas memiliki tugas dan fungsinya pada tataran manajemen makro (kebijakan) migas, melakukan kebijakan dan penyelenggaran regulasi makro terhadap sektor migas.
BP Migas adalah Badan Hukum Milik Negara (BHMN) seperti layaknya Lembaga Pemerintah Non-Departmen (LPND) yang melapor langsung kepada Presiden RI (Pasal 45 UU Migas). Kordinasi dengan berbagai sektor dilakukan sesuai tupoksi masing-masing sektor, antara lain dengan Kementerian ESDM dalam hal kebijakan migas, Kementerian keuangan dalam hal kebijakan keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup dalam hal lingkungan hidup dan Kementerian Kehutanan dalam hal operasi migas di wilayah hutan.
Dalam perjalanannya menjelang akhir tahun 2012, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Keputusan Nomor 36/PUU-X/2012 membubarkan BP Migas.Untuk mengatasi kevakuman, Pemerintah menetapkan BP Migas menjadi Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas Perpres Nomor 9 tahun 2013. Semenjak saat itu, SKK Migas berada dibawah naungan Kementerian ESDM dan Menteri adalah Ketua Komisi Pengawas SKK Migas (Pasal 3 dari PP tersebut).
Pemberitaan yang selama ini beredar yang menyebutkan ada intervensi dari Kementerian ESDM dalam dugaan penjualan kondensat oleh PT TPPI adalah tidak benar dan menyesatkan. Berdasarkan rapat kordinasi di kantor Wakil Presiden pada Mei 2008, TPPI sebagai perusahaan yang mayoritas sahamnya dikuasai Pemerintah (60 Persen) perlu dioptimalkan perannya dalam penyediaan BBM, oleh karena itu kapasitas TPPI yang idle ini harus dapat di operasikan. Tindak lanjut dari rapat kordinasi tersebut, proses pembahasan dilakukan pada tataran makro dan mikro sesuai dengan tupoksi masing-masing unit kerja dalam Pemerintahan.
Pada tataran makro atau kebijakan, pada medio Desember 2008 Kementerian ESDM lewat Ditjen Migas menyampaikan kepada BP Migas untuk memfasilitasi pembicaraan Bussines to Bussines (B to B) antara PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), KKKS dan PT Pertamina (Persero) berkaitan dengan masalah volume pasokan kondensat dan sistem pembayaran.
Maka, sejak saat itu, Kementerian ESDM tidak ikut serta dalam pembahasan lebih lanjut yang sifatnya mikro atau B to B atau operasional antara pihak-pihak yang terkait dalam transaksi kondensat tersebut. Sehingga saat kejadian penunjukkan langsung tersebut, TPPI, BP Migas tidak dibawah Kementerian ESDM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H