Pasca serah terima jabatan, selesailaj proses rekrutmen Panglima TNI yang baru. Kini secara legal-formal Jenderal TNI Gatot Nurmantyo telah menjabat Panglima TNI. Seperti diduga banyak kalangan, Gatot bakal mulus menghadapi uji kelayakan dan kepatutan di DPR kendati terdapat sedikit polemik atau pro-kontra mengiringi pencalonannya. Kini, saatnya semua pihak menghormati keputusan pemerintah dan DPR seraya mendukung langkah kebijakan dan kinerja panglima yang baru. Mendukung berarti memberi masukan konstruktif diminta ataupun tidak, termasuk mengkritisinya apabila ada hal yang patut untuk dikritisi. Sangat jelas dan benderang bahwa tugas TNI bukan semata hanya menunggu datangnya musuh dari luar, melainkan harus bertanggung jawab pula terhadap keselamatan dan keutuhan bangsa. Permasalahannya, potret politik nasional saat ini sedang mengalami krisis kenegarawanan, orientasi para politisi (sebagian besar) hanya pada kekuasaan semata, tidak amanah, koruptif, bahkan mewabah pula penyakit transaksional dan dinasti politik. Akibatnya, terjadi perpecahan cukup luas dalam partai politik; disharmoni dalam badan eksekutif, legislatif, yudikatif; bahkan PSSI pun dilanda perpecahan. Harus disadari bahwa sebenarnya kondisi ini merupakan ancaman dari dalam kita sendiri bagi keutuhan bangsa dan negara.
Yang dimaksud dengan keamanan di atas adalah keamanan nasional yang terdiri dari kamtibmas dan pertahanan. Spektrumnya mulai dari keamanan insani, keamanan masyarakat, sampai dengan keamanan negara yang menjadi fungsinya pertahanan. Berdasarkan formula ini, terdapat overlap atau hubungan fungsional yang sangat erat antara tugas TNI dan Polri sehingga di antara kedua institusi tersebut seharusnya bersifat komplementer dan bersinergi, bukan malah gontok-gontokan seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini. Namun, sesungguhnya tugas dan kewajiban untuk menegakkan keamanan nasional (kamnas) tersebut tidak semata hanya menjadi tanggung jawab TNI-Polri karena antara kamnas dan kesejahteraan masyarakat terdapat hubungan timbal-balik yang sangat erat, ibarat dua sisi koin yang tidak dapat dipisahkan. Buruknya kondisi kamnas akan mengurangi kesejahteraan masyarakat secara signifikan, sebaliknya buruknya kesejahteraan niscaya pula akan bermuara pada buruknya situasi kamnas.
Meminjam kalimat HS Dillon bahwa "kamnas yang baik ada pada kesejahteraan yang baik dan meluas". Dalam situasi kesejahteraan sebagian besar rakyat Indonesia saat ini yang masih dalam keadaan memprihatinkan, tugas TNI-Polri pun masih amat berat. Bahkan, ke depan akan bertambah berat lagi karena ekonomi nasional saat ini cenderung memburuk. Beberapa ekonom dan pelaku bisnis memperkirakan bahwa apabila dalam semester dua tahun 2015 ini tidak ada perbaikan ekonomi, akan terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang cukup luas. Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal TNI Purnawirawan Hendro Priyono pun telah mengingatkan Kepala BIN yang baru, Sutiyoso, tentang hal tersebut.
Reformasi TNI
TNI telah berbuat banyak dalam mereformasi dirinya, bahkan berada pada posisi terdepan dalam proses reformasi, jauh lebih baik dibandingkan dengan institusi mana pun di negeri ini. Namun, yang masih tertinggal adalah reformasi kulturalnya karena memang merupakan bagian tersulit dalam reformasi TNI. Reformasi kultural berarti mewujudkan jati diri TNI sebagai tentara pejuang, tentara rakyat, tentara nasional, dan tentara profesional sebagaimana diamanahkan dalam UU No 34/2004 tentang TNI. Berarti pula menyangkut tugas membangun, memelihara, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia TNI. Dalam istilah teknis, pembinaan militer disebut juga sebagai pembangunan aspek "kemampuan", yang terdiri dari "karakter dan kompetensi militer". Dalam konteks ini, moto pendidikan TNI "Dwi Warna Purwa Cendekia Wusana" yang berarti pendidikan karakter (moral-kejuangan) harus lebih diutamakan daripada aspek kompetensi, sudah sangat tepat, tinggal bagaimana mengimplementasikannya. "Disiplin" adalah kata kuncinya karena disiplin adalah napas/jiwa dari kehidupan militer. Dalam situasi pertempuran terdapat adagium bahwa "disiplin lebih efektif daripada keberanian".
Tugas untuk menegakkan disiplin prajurit TNI adalah tantangan terberat dalam upaya membentuk karakter karena anggota TNI dan keluarganya tidak hidup di ruang hampa. Mereka juga dipengaruhi dinamika kehidupan masyarakat. Ketika budaya konflik, materialisme, konsumerisme, dan hedonisme berkembang dalam masyarakat (sebagai akibat dari perilaku para politisi di atas), perilaku para prajurit TNI dan keluarganya pun akan terpengaruh. Tidak heran apabila Jenderal Moeldoko dengan jujur menyampaikan data pelanggaran disersi prajurit TNI mengalami peningkatan sebanyak 62 kasus, dari 865 kasus pada periode Januari-September 2013 menjadi 927 kasus di periode yang sama pada 2014. Penyebabnya antara lain karena kesejahteraan yang masih buruk. Inilah tugas-tugas berat yang mengadang Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI yang baru.
Maka dari itu, dalam pembangunan postur TNI ke depan (postur terdiri dari kekuatan, kemampuan, dan gelar), aspek pembangunan kemampuan harus menjadi prioritas pertama, dengan fokusnya pada pembenahan sistem pendidikan, latihan, dan pembinaan satuan. Tentunya dengan menyediakan anggaran yang cukup untuk tugas tersebut. Akan sia-sia apabila TNI memiliki alutsista yang lengkap dan modern, tetapi diawaki oleh prajurit yang karakternya rapuh. Sangat berbahaya dan akan menjadi bom waktu jika kita memiliki kekuatan angkatan bersenjata yang besar, tetapi tidak disertai dengan disiplin, kemampuan, dan kesejahteraan yang memadai. Selamat bertugas Panglima.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H