Tepat sebulan sudah abang ku melaksanakan pernikahan kecilnya di masa pandemi ini, suasana rumah menjadi lebih sepi karena keputusan abang ku yang memilih untuk keluar dari rumah dan membangun rumah tangganya sendiri. Rumah yang biasanya ramai dengan suara tawa enam orang anak, kini menjadi lebih sunyi. Keluarga ku termasuk keluarga yang cukup besar, aku merupakan anak kelima dan memiliki empat orang kakak serta satu adik, dengan formasi tiga anak perempuan dan tiga anak laki-laki.
Dua kakak perempuan ku sudah menikah dan memutuskan untuk pindah dari rumah bersama pasangannya, kini abang ku pun menyusul. Tersisa kaka perempuan ku, aku dan adik ku. Namun kakak perempuan ku sibuk bekerja sehingga jarang di rumah. Aku sibuk dengan kuliahku di tahun terakhir. Sedangkan adik ku berusaha untuk membuka bisnis selepas lulus SMA.
Begitulah formasi keluarga kami, aku salut dengan kedua orang tuaku yang bisa membesarkan enam orang anak tanpa mengeluh. Ibu ku selalu memasakan kami makanan yang enak dengan berbagai macam menu dari ayam goreng, sop ayam, dan tongkol balado.
Setiap ibu masak, ibu selalu membuat sambal sebagai makanan pendamping, sambal buatan ibu menjadi primadona karena terasa begitu nikmat jika di gabungkan dengan makanan lain, seperti sebuah bumbu magis yang membuat setiap makanan menjadi lebih terasa enak ketika dimakan.
Namun setelah abang ku menikah dan pindah dari rumah, kini ibu terlihat murung dan tidak berselera lagi untuk memasak. Kami selalu memesan atau membeli makanan dari luar, walau makanan tersebut terasa enak, buat ku masakan ibu yang terbaik. Aku mengerti perasaan ibu yang sedih karena semakin dewasa seorang anak, ia akan meninggalkan rumah untuk memulai kehidupan yang lebih besar.
Melihat keadaan ibu yang murung, tentunya membuat ku tidak nyaman. Aku memutar otak bagaimana ibu bisa Kembali Bahagia. Pandemi yang tak kunjung usai juga membuat kami susah berkumpul Bersama secara utuh satu keluarga. Saat yang paling aku sedih Ketika ibu sudah tidak berselera untuk makan. Bahkan ke meja makan keluarga saja ibu sudah tidak mau, sepertinya ibu tidak mau melihat meja makan yang kini mulai kosong ditinggal oleh anaknya.
Dengan melihat keadaan itu aku berinisiatif untuk mencari makanan yang bisa membuat ibu berselera Kembali. Aku ingin ibu bisa semangat dan Bahagia lagi seperti sebelumnya, aku teringat Ketika kami sering berkumpul Bersama, ibu selalu nikmat makan dengan sambal yang ia buat.
Maka aku memutuskan untuk mencari bahan sambal yang ibu sering buat, Ketika aku bertanya kakak tertua ku, ia bilang sambal buatan ibu mempunyai bahan utama yang penting yaitu terasi. Tetapi terasi itu bukan terasi yang beli di pasar, melainkan terasi yang ibu bawa Ketika Kembali dari kampung.
Mendengar hal itu berat rasanya, karena di masa pandemi ini sulit untuk Kembali ke kampung. Kampung ibu yang juga kampung halaman kami berada di daerah Sukabumi, Jawa Barat. Tak pantang menyerah aku berusaha menelpon bibi ku yang berada di kampung, setelah kami berbicara bibi ku mau membantu dan mengirimkan terasi yang aku maksud.
Aku berpesan untuk membungkus terasi itu dengan rapi agar tidak gampang rusak, sehingga terlihat seperti layaknya sebuah paket kiriman, bibi ku menyetujuinya. Setelah beres dengan bungkusan bibi ku bertanya "paketnya mau di kirim lewat apa?" tanpa pikir Panjang aku menjawab "lewat jasa pengiriman JNE saja." Bibi ku sepakat dengan jawaban yang aku berikan.
Bibi ku berharap walau jarak yang lumayan jauh namun dengan paket terasi yang ia kirimkan bisa memberi kebahagian untuk ibuku, karena berbagi kebahagian bukan saja berupa materi namun bisa melalui tolong menolong.