Lihat ke Halaman Asli

Tenang, Masih Ada Omnivora

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika banyak dokter menganjurkan berbagai macam makanan yang harus dijauhi agar kita sehat, ketika banyak makanan pabrik yang diproduksi justru diduga mengandung pengawet, ketika teror penyakit digalakkan oleh lembaga yang berwenang, maka jadilah manusia sebagai makhluk yang menderita. Tidak akan pernah ada lagi omnivora karena ternyata manusia takut pada penyakit. Mungkin benar pula bila manusia bukanlah makhluk sempurna karena ternyata masih takut pada bakteri. Yang benar adalah manusia itu hampir sempurna karena selalu berusaha untuk terlihat sehat sehingga bisa mendominasi semua semesta.

Benarkah manusia takut pada bakteri?

Benarkah manusia tidak mampu lagi menjadi omnivore, manusia pemakan segalanya?

Maka, teringatlah aku akan seorang manusia yang terlahir dengan kelemahan. Entah, dunia telanjur mendiagnosis dirinya sebagai anak berkebutuhan khusus C. Dia terlahir dalam selimut kelemahan tapi dia tidak akan pernah menyadari kelemahannya itu. Dia justru merasa senang dan akhirnya menjadi tidak pernah tahu apapun di luar dunianya. Memang, kehadirannya membuat beberapa orang cemas hingga dimasukkanlah dia ke suatu asrama SLB, di sebelah pantai Jatimalang.

Ternyata, kelemahannya justru membuatnya sempurna. Tepatlah yang dikatakan Santo Yakobus, “Tuhan, hanya dalam kelemahankulah maka aku akan terlihat kuat karena Engkau memberiku kekuatan”. Kendati anak itu tidak bisa sadar sepenuhnya, kendati dia akan selalu butuh orang lain hingga kubur memberi tempat untuknya, tapi dia tidak akan pernah takut pada apapun. Bahkan, dia tidak akan pernah takut dengan yang namanya penyakit. Persetan dengan penyakit karena dia hanya takut pada seorang pendamping belaka.

Maka, kala itu aku melihat sendiri dia makan singkong langsung dari pohonnya, makan sampah dari kebun, makan reremahan di tempat cucian piring bahkan dia minum juga Harpic karena dia kira itu semacam soft drink. Entah, dia tidak cemas, justru mereka yang sehat yang cemas. Dia tidak takut mati, tepatnya tidak akan pernah tahu apa itu kematian. Hidupnya sungguh bebas, nikmat dan berani. Untuk itulah dia menjadi sempurna. Dia sungguh omnivora bukan karena dia sadar diri tetapi karena kesadarannya sudah hilang.

Aku jadi mengerti, manusia yang sempurna adalah yang akhirnya bisa menjadi tidak sadar. Bukankah Adam-Hawa terusir dari Firdaus ketika mereka akhirnya menjadi sadar akan keadaannya. Untuk itulah manusia menjadi tidak sempurna. Ya, justru karena ketidaksadaran diri kita inilah maka kita menjadi sempurna.

Biarlah Tuhan yang memberi kesempurnaan dalam ketidaksadaran kita karena Tuhan akan bekerja ketika kita menjadi bodoh di mata dunia. Maka, janganlah takut untuk menjadi gila, tidak sadar atau semacamnya karena justru Tuhan akan menghadirkan kelebihan dan kekuatan. Bukankah dalam Injil Yesus Kristus dikatakan kalau apa pun yang dipandang bodoh di mata dunia, justru akan dipandang mulia oleh Tuhan.

Saudaraku, janganlah meninggikan diri karena Tuhan sendirilah yang akan meninggikan diri. Kapan saatnya untuk menjadi rendah itu? Kiranya, tepat ketika saat Ramadhan dan menjelang Lebaran ini kita menjadi rendah di hadapan yang lainnya. Semoga pula kerendahan diri ini menjadi life style yang senantiasa subur di hidup harian kita.

Semoga.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline