Lihat ke Halaman Asli

KPR Maybank Indonesia Berani Pakai Sistem Akad Murabahah

Diperbarui: 25 September 2017   09:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dulu ada sebuah program yang dinamakan Kredit Pemilikan Rumah Bank Tabungan Negara, atau biasa disingkat menjadi KPR BTN. Sebagai satu-satunya bank yang paling banyak mengeluarkan permodalan untuk membantu pihak pengembang membangun perumahan bagi masyarakat, hingga akhirnya kependekan dari KPR BTN diplesetkan oleh sebagian orang menjadi "Kepengen Punya Rumah Biar Tidak Numpang".

Dominasi yang dipegang oleh BTN kini hanya tinggal cerita, kini banyak bank-bank lainnya juga ikut mencoba peruntungan dalam memutar uang yang masuk kedalam Bank-Bank mereka, bahkan kisah kejayaan BTN ketika masih menjadi berani untuk melakukan pembiayaan pembangunan rumah, saatnya mulai tergeser, apalagi beberapa kemudahan yang ditawarkan oleh bank lainnya cukup membuat para calon pembeli berani untuk mengambil sikap.

Masyarakat dari berbagai lapisan saat ini menjadikan kebutuhan "papan" yang utama dibandingkan dengan kebutuhan sandang maupun pangan yang pada beberapa tahun lalu menjadi utama dan papan belum dianggap kebutuhan mendesak. Namun kini berbeda. Laju penduduk Indonesia yang belum memiliki rumah, cukup tinggi, bahkan salah satu bisnis yang dianggap cukup menguntungkan adalah penyedian kamar kos yang diperuntukkan bagi para pekerja, terutama pekerja yang berpenghasilan rendah. 

Hingga akhirnya mereka menikah, dan kebutuhan akan tempat hunian yang representatif menjadi sebuah keharusan, bahkan dari beberapa pekerja kecil terutama yang bekerja disektor pabrik dan sudah berkeluarga, ketika anda tanyakan apa yang mereka butuhkan ketika mereka memiliki uang, jawabannya pasti rumah, bukan lagi persoalan baju atau kendaraan. 

Kebutuhan yang semakin meningkat ini, juga membuat pemerintah sempat kelimpungan, bahkan untuk bisa memberikan kesempatan kepada siapa saja yang sudah "kebelet" ingin punya rumah, dibuatkan program dari Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) dengan nama "Rumah Murah" bahkan pada tahun 2011 lalu, Kemenpera sempat mengeluarkan pernyataan jika mereka akan membangun sebuah hunian yang hanya memerlukan biaya sekitar Rp.20-26 jutaan, yang otomatis nilai jualnya juga dipastikan dibawah Rp. 100 jutaan.

Namun kisah "cerita dongeng" ini terkubur, dan penulis penasaran kenapa program Rp. 20 juta per rumah ini tidak berlanjut ? yang pasti saya perkirakan jika tetap dilanjutkan maka sudah jelas kerugian akan diderita oleh pihak pemodal, terutama pihak Bank-Bank yang ingin melakukan investasi, karena sudah tentu harga bahan material yang tidak menentu, bahkan naik dan juga di ikuti harga tanah yang sejak "Jaman Batu" terus naik dan tidak pernah turun. Jadi kisah program rumah murah ini hanyalah Dongeng Pengantar Tidur bagi pekerja kasar di pabrik-pabrik dan di tempat lainnya.

Bayangkan saja jika dengan gaji yang hanya berkisar Rp. 2 jutaan sementara harga uang muka rumah murah, rata-rata berkisar di Rp. 3 jutaan, maka sudah tentu persoalan semakin rumit, karena pengembang harus mengeluarkan dana lebih untuk membayar tanah, lalu persoalan Bunga Bank atau BI Rate yang terkadang tiba-tiba naik, walaupun juga sempat turun, namun pastinya lebih sering naik. Hal inilah yang menjadi dilema, ketika pemerintah "dipaksa" untuk mau menaikan harga rumah murah. Namun pemerintah harus bersiapa juga berhadapan dengan pihak buruh yang menuntut upah penghasilan mereka dinaikan. 

Persoalan BI rate yang sudah tentu mempengaruhi harga KPR membuat pihak Bank harus pandai membuat program-program yang bisa menenangkan perasaan para calon pembeli rumah, agar tidak mengganggu mereka. Mengingat pembayaran KPR bukan hanya setahun-dua tahun namun sampai belasan tahun. Apalagi rumah yang ditempati tidak boleh dikontrakan apalagi diperjualbelikan sebelum melunasi kewajiban mereka kepada pihak Bank.

Sejak mengakuisisi Bank Internasional Indonesia alias BII pada tahun 2008 lalu, Maybank memulai kegiatan mereka di Indonesia, sebagai salah satu Bank yang memiliki reputasi Internasional Maybank akhirnya merubah nama BII menjadi PT. Bank Maybank Indonesia Tbk. dan hingga tahun 2016, Maybank Indonesia tercatat memiliki cabang sebanyak 428 unit cabang di Indonesia termasuk didalamnya Islamic Banking atau biasa dikenal dengan istilah Bank Syariah. 

Maybank memiliki produk, salah satunya adalah Perbankan Ritel yang didalamnya termasuk KPR. Maybank bisa dianggap sebagai salah bank yang bisa memberikan sedikit kenyamanan untuk melakukan KPR, karena selain program suku bunga khusus bagi kredit properti, juga pembiayaan rumah syariah. dengan mengedepankan sistim Akad Murabahah dimana didalam sistim yang diadopsi dari tata cara niaga Islam ini, agar setiap penjual diwajibkan untuk memberitahukan secara jujur nilai nominal dagangannya dan berapa keuntungan yang mereka dapatkan dari hasil penjualan tersebut. 

Hal ini sepertinya baru dilakukan oleh Bank Maybank Indonesia, karenanya dengan sistim ini, maka sudah tentu pihak konsumen bisa melakukan penilaian dan pertimbangan terlebih dahulu, sebelum bertransaksi, karena di dalam tata niaga Islam tidak dibenarkan adanya Riba makanya dibuatlah sistim Akad Murabahah dimana kedua belah pihak bisa saling menjajaki, dan yang terpenting adalah keterbukaan dan kejujuran diantara kedua belah pihak agar tidak saling mencurigai dan merugikan, karena dalam Islam berlaku istilah "Pembeli Adalah Raja"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline