Lihat ke Halaman Asli

Masih Banyak yang Kenal Caleg, Kampanye Pakai Sosmed Dong

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Facebook Agus Indy : Sekilas mencermati hasil pemungutan suara di TPS kampung kami, ternyata sebagian besar pemilih mencoblos partai daripada nama Caleg. Ini menunjukkan bahwa kampanye model narsis dengan masang foto sok imut, sok alim, sok ramah, itu sama sekali tidak efektif dan tidak digembes oleh warga. Justru dengan pendekatan melalui alur trah lebih produktif menggaet suara.

Saya baru saja membaca up date status dari dosen saya ini tentang hasil pemungutan suara. dan merasa bahwa “ah “ saya jadi teringat tentang beberapa hari yang lalu, teman saya juga menceritakan hal yang sama. Karena bingung memilih caleg yang tidak ada satupun ia kenal maka ia memutuskan untuk memilih kolom paling atas sendiri yakni nama partai.

Saya sepakat dengan up date status dari dosen saya tersebut bahwa kampanye seperti kemarin iniseharusnya segera diubah . Saya juga berfikir bahwa kenapa model kampanye itu selalu sama setiap masa kampanye? Sejak dahulu mulai saya masih ingusan sampai sekarang yang sudah menikah masih saja menjumpai kampanye yang sama, sama persis. Memasang foto, sampai mengganggu pemandangan jalan, mengumpulkan massa yang dibayar untuk naik motor dengan knalpot bocor, bandage merah putih yang diikat di lengan, teinga yang disumpal kapas dan mereka geber-geber di jalan. Segerombolan orang itu bisa saja sama, di setiap kampanye apapun benderanya. Foto-foto yang tersebar di jalan juga, beberapa foto itu tiba-tiba saja datang,ujug-ujug dipasang dan kita tidak tahu siapakah dia, mereka hanya mencantumkan foto, nomor coblos, nama partai dan slogan yang dibuat-buat saja sebagai kelengkapan. Slogannya pun ada yang asal tempel, asal pasang.

Yang paling aneh menurut saya adalah foto caleg yang banyak dipasang di dekat tempat saya di Bantul, Yogyakarta caleg tersebut mengenakan jas warna partai yang diusung dengan aksesoris kacamata hitam, sungguh sangat tidak masuk akal. Maksud saya, ada yang mengatakan bahwa mata itu jendela hati, dari mata setidaknya kita bisa menilai sedikit mengenai gambaran seseorang. Nahh,, ini malah sudah Cuma memajang foto dengan slogan tulisan “tidak pelit” kemudian si empunya foto menutupi dirinya dengan kacamata hitam. Dengan informasi yang sedikit tersebut bagaimana caranya kita bisa melihat dan menilai caleg tersebut?

Setidaknya tolonglah diubah cara-cara berkampanye menjadi agak berbeda, inovatif dan revolusioner. Empat tahun, mereka mempunyai waktu empat tahun untuk memikirkan cara bagaimana bisa mendapatkan suara yang banyak dari masyarakat. Empat tahun mereka mempunyai waktu untuk berkarya, mendekatkan diri dan berinovasi untuk  kampanye yang pas pada masa pemilihan nanti. Jangan hanya cafe-cafe dan hotel seperti di Jogja ini saja yang sangat revolusioner dan dengan berbagai macam kampanyenya mampu mengiklankan tempat mereka supaya mendapat pelanggan dan bersaing dengan sekian banyak cafe yang ada.

Di era yang serba sosial media ini, seharusnya para caleg juga mempergunakan sosial media untuk berpromosi, atau mungkin saya yang tidak tahu bahwa mereka juga sudah merambah dunia sosmed? Mungkin beberapa sudah seperti Gita something itu. Padahal akan lebih bagus kalau di poster-poster kampanye yang mereka pajang itu menyertakan berbagai alamat akun mereka seperti Facebook, Instagram, Twitter, tumblr, blog, Pinterest, youtube foursquare oh my god ternyata banyak lho dan masih banyak lagi. Saya sering bertanya-tanya seandainya mereka mencantumkan informasi mereka lebih detail lagi, jadi kan kami-kami yang penasaran mengenai para caleg bisa langsung terhubung oleh akunnya. Jadi kan bisa kepo-in satu-satu, komentar secara langsung dan mengawasi secara langsung mereka kemana aja, mengerjakan proyek apa saja untuk masyarakat, ketertarikannya pada sektor apa? Apa pekerjaannya dan yang paling penting sejauh mana kepeduliannya pada masyarakat. Dari sekian banyak orang yang melek sosmed bisa jadi cara ini lebih efektif, bisa jadi lho yaaa...

Yaah kalau untuk mendekati masyarakat desa yang terlambat mengenal internet dan sosmed, kan bisa menggunakan kampanye dengan ikut kegiatan warga kampungnya (foto dan di aplod ke instagram), ikut selamatan (foto dan aplod di facebook), atau acara-acara kampung dari jauh-jauh hari sebelumnya biar makin eksis. Jangn geber-geber knalpot terus pliss, tolong dong  malu nanti kalo sampe di generasi anak saya lahir masih saja disuguhi cara merepresentasikan pemaknaan Demokrasi yang seperti itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline