Lihat ke Halaman Asli

Palty

Penulis Amatir

Toleransi Umat Beragama di Palangkaraya

Diperbarui: 20 Oktober 2015   19:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua manusia pada dasarnya sama. Membeda-bedakan perlakuan terhadap sesama manusia karena warna kulit atau bentuk fisik lainnya adalah sebuah kesalahan. Tuhan menciptakan manusia berbeda dan beragam. Perbedaan itu adalah anugerah yang harus kita syukuri. Mengapa kita harus bersyukur dengan keragaman itu? Dengan keragaman, kita menjadi bangsa yang besar dan arif dalam bertindak. Agar keberagaman bangsa Indonesia juga menjadi sebuah kekuatan, kita bangun keberagaman bangsa Indonesia dengan dilandasi persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Persatuan dan kesatuan di sebuah negara yang beragam dapat diciptakan salah satunya dengan perilaku masyarakat yang menghormati keberagaman bangsa dalam wujud perilaku toleran terhadap keberagaman agama dan kepercayaan.

Sikap toleransi berarti menahan diri, bersikap sabar, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat berbeda. Toleransi sejati didasarkan sikap hormat terhadap martabat manusia, hati nurani, dan keyakinan, serta keikhlasan sesama apa pun agama, suku, golongan, ideologi atau pandangannya.

Kemajemukan agama dan kepercayaan di Indonesia adalah sebuah kehadiran yang tidak bisa ditolak. Ia telah menjadi bagian yang telah terintegrasi sejak mula bersamaan dengan lahirnya bangsa ini.

Dasar negara kita yakni Pancasila dan UUD 1945 telah memuat gagasan-gagasan tentang kemajemukan ini.
Salah satunya tercermin dalam sila pertama dalam rumusan Pancasila yang berbunyi ”Ketuhanan yang Maha Esa” yang memiliki arti; walau ada banyak agama serta kepercayaan namun Tuhan adalah satu.  

Negara juga menjamin warga negaranya untuk menganut dan mengamalkan ajaran beribadah seperti yang sudah diatur dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat (2); “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

KENYATAAN PADA SAAT INI

Sentimen Agama dan kepercayaan adalah hal yang sangat mudah sekali dibenturkan,ini dapat terjadi akibat rasa Nasionalisme yang belum dipahami seutuhnya.
Tak jarang kita mendengar pada masa pemilihan kepala daerah bahkan Pemilihan Presiden, issu SARA kerap dihembuskan. Dan yang menjadi ironi adalah, Kampanye hitam seperti demikian ternyata sangat ampuh menjatuhkan lawan politik.

Adanya anggapan bahwa daerah dengan agama mayoritas tidak layak dipimpin seseorang yang berasal dari agama minoritas juga termasuk salah satu contoh rendahnya pengamalan Nasionalisme masyarakat diberbagai daerah.

Untuk mencegah adanya perpecahan dikalangan masyarakat, sudah selayaknya pemerintah mengambil langkah tegas untuk menjerat oknum tertentu yang menjadikan issu agama sebagai alat suatu kepentingan.

Pemberitaan media terkait ketidakharmonisan keberagaman beragama di tanah air kerap menghiasi layar kaca televisi kita. Insiden pembakaran musholla di Kabupaten Tolikara hingga yang terbaru pembakaran Gereja di Kabupaten Singkil. Pemicunya pun beragam dimulai dari dugaan aliran sesat, saling ejek, hingga rumah ibadah yang tidak memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline