Lonjakan perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) terus bergulir bak bola salju. Meskipun lonjakan berhenti setelah ramai dibicarakan publik, efek negatifnya terus membesar. Kecurigaan kepada Sirekap semakin kuat terhadap terjadinya kecurangan Pemilu 2024.
Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menyebut lonjakan pada Pemilu 2024 melonjak secara tidak wajar. Ray bahkan mendorong agar yang Sirekap dikembangkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI itu dihentikan total karena menimbulkan kekisruhan.
"Saya belum bisa pastikan kenaikan suara PSI sebagai penggelembungan, tapi ada lonjakan suara dalam situasi tidak wajar, apakah memang kenaikan ini berdasarkan hal yang wajar atau tidak wajar, ini masih perlu dicermati," ujarnya di Jakarta, Selasa (5/3/2024).
Kenaikan jumlah perolehan suara PSI yang signifikan itu boleh jadi karena kesengajaan atau kesalahan teknis. Soal perhitungan Sirekap yang kerap menimbulkan persoalan, menurut Ray, bisa saja dibawa dalam hak angket dugaan kecurangan Pemilu 2024 di DPR.
"Benar atau tidak abuse of power terjadi pada Pemilu 2024 termasuk pemilu legislatif," katanya.
Untuk mengatasi permasalahan Sirekap, Ray pun memberi solusi untuk menghentikan perhitungan berjenjang (Panitia Pemilihan Kecamatan/PPK), sebaiknya perhitungan suara di tingkat kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) langsung masuk ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Dia menilai sistem perhitungan berjenjang justru memperlambat perhitungan suara, dan berpotensi terjadi kecurangan.
Kenaikan perolehan suata PSI dinilai tidak wajar karena PSI memperoleh 19.000 suara dari 110 TPS dalam waktu dua jam, berarti rata-rata 173. Ini membuat PSI mendapat 3% atau jumlah suara 2.291.882 saat pengumpulan data 540.231 dari 823236 (65,62%). Pada saat bersamaan, suara PPP 3.037.760 atau 3,97%.
Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy menyebut bahwa jumlah suara per TPS hanya 300 suara, dan partisipasi pemilih rata-rata 75%, suara sah setiap TPS hanya 225 suara. Artinya, PSI menang 77% di 110 TPS. Disinilah letak ketidakwajaran tersebut.
Romy pun meminta KPU dan Bawaslu tidak menutup mata atas penyimpangan itu.
"Mohon atensi KPU dan Bawaslu, operasi apa ini? Meminjam Bahasa Pak Jusuf Kalla, apakah ini operasi "sayang anak" lagi?" tulisnya.