Kata 'antek' sepertinya sedang marak digunakan menjadi bahasa politik menyerang lawan politik. Prabowo dan Amien Rais menggunakan kata 'antek' untuk menggambarkan profil lawan politik mereka, Gubernur DKI Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). Jika Prabowo menggunakan istilah antek asing dalam video yang diunggah di Facebook Cagub Gerindra, Sandiaga Uno, maka Amien Rais menggunakan kata antek pemodal dalam sambutannya di pembukaan Kongres V Barisa Muda PAN di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (20/8/2016).
Prabowo memang tidak langsung menyebut nama Ahok sebagai antek asing, melainkan siapa yang tidak mendukung Sandiaga Uno disebutnya sebagai antek asing. Tetapi karena yang sudah pasti menjadi lawan Ahok dalam perkembangan politik saat ini adalah Ahok, maka dipastikan arahan itu kepada Ahok yang adalah lawan politik Sandi dan bahkan Gerindra. Amien sendiri dengan sangat jelas mengarahkan kritiknya kepada Ahok dan bahkan dengan tegas meminta supaya Ahok jangan lagi jadi Gubernur.
Amien menegaskan, sebagai pemimpin Ahok tidak pro terhadap rakyat kecil. Ia memastikan Ahok harus dilawan karena sudah kelewatan menjalankan tugasnya.
"Saya enggak tahu dia maunya apa. Jangan lupa dia antek pemodal. Jadi tolong besok kalau ada calon penantang yang masuk akal, BM PAN harus datang dengan massa banyak. Kita tunjukkan rakyat itu mesti menang kalau bersatu," tegas Amien.
Benarkah Ahok antek asing dan antek pemodal? Sebagai pendukung Ahok tentu saja saya akan membantah hal tersebut. Tetapi bukan sekedar membantah tapi dasar apapun. Ahok sangat jelas adalah antek rakyat, bukan antek asing dan antek pemodal. Ini salah satu dasarnya.
"Rakyat kita seharusnya tidak kalah dengan pasar modern. Kenapa rakyat kalah bersaing dengan pasar modern? Karena kita tidak adil," kata Ahok saat peresmian kantor pusat PD Pasar Jaya di Jalan Cikini Raya Nomor 90, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/8/2016).
Ahok menyinggung banyak oknum pemerintahan yang meminta uang kepada pedagang kaki lima. Sehari, kata dia, pedagang di pinggir jalan harus membayar kepada kelurahan dan petugas kebersihan masing-masing Rp20 ribu.
Ahok ingin PD Pasar Jaya berani membenahi pasar. Oknum di PD Pasar Jaya yang tidak prorakyat mesti ditindak. Ahok mengatakan, pimpinan PD Pasar Jaya tak perlu takut memecat oknum pegawai yang tidak prorakyat.
"Anda (Direktur Utama PD Pasar Jaya Arif Nasrudin) tidak perlu otak terlalu pintar, gubernur otaknya tidak terlalu bagus. Tetapi yang Anda butuhkan otot dan nyali besar," tegas Ahok.
Permainan oknum pemerintah memang menjadi PR besar Ahok sebagai gubernur. Budaya pungli masih membudaya sampai sekarang dan sangat sulit untuk dihentikan, Ini bukan masalah otak dan strategi lagi melainkan otot dan nyali besar. Mengapa butuh otot dan nyali besar? Karena dalam membersihkan pemerintahan dari oknum-oknum pencuri uang rakyat dan pungli tidak bisa lagi hanya sekedar memakai otak, tetapi harus pakai otot dan nyali. Otot tidak perlu digunakan dalam kekerasan tangan, cukup menggunakan otot leher melabrak mereka dan nyali besar untuk melawan setiap kritik yang menyerang balik sikap tegas pemecatan tersebut.
Ahok tentu saja bukan sekedar berbicara teori, tetapi dia sudah menerapkan hal itu sepanjang dia menjadi Wagub Jokowi dan bahkan ketika kini menjadi Gubernur DKI. Ahok punya nyali besar dan tidak takut dengan ancaman apapun. Karena dia adalah antek rakyat, seorang Gubernur yang tugasnya mengabdi dan melayani rakyat. Itulah mengapa ketika meresmikan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Rusun Cipinang Besar Selatan (Cibesel), Jatinegara, Jakarta Timur ada penolakan dan sudah diwanti untuk tidak datang, Ahok tetap saja datang karena tugasnya sebagai gubernur.