Lihat ke Halaman Asli

Palti West

TERVERIFIKASI

Hanya Orang Biasa Yang Ingin Memberikan Yang Terbaik Selagi Hidup. Twitter dan IG: @Paltiwest

Menanti Sikap Negarawan Risma

Diperbarui: 8 Agustus 2016   19:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam sebuah pelatihan yang diadakan Mahkamah Konstitusi (MK) yang saya ikuti, seorang pemateri menjelaskan bahwa Hakim MK harus memiliki kriteria seorang Negarawan. Negarawan disini disebutkan oleh pemateri tadi adalah seorang yang tidak haus kekuasaan, uang, materi, dan lain sebagainya. Serta memiliki pengabdian yang tinggi terhadap negara. Menurut saya, sikap Negarawan juga seharusnya menjadi syarat mutlak sebuah negara atau daerah dalam memilih pemimpinnya. Tanpa itu maka negara atau daerah tersebut hanya akan dijadikan alat meraup untung dan kenikmatan dunia oleh pemimpinnya.

Dalam beberapa tahun ini mulai bermunculan kepala daerah yang memiliki sikap Negarawan dalam pengamatan saya. Mereka adalah Joko Widodo, Basuki Tjahaya Purnama, GanjarPranowo, Ridwan Kamil, dan Tri Rismaharini. Dalam kepemimpinan yang mereka emban terlihat jelas pengabdian terhadap negara dan juga masyarakat. Sulit mencari celah mereka mengambil untung dari jabatannya, yang ada malah mereka melakukan banyak pengorbanan dan tidak henti bekerja demi kesejahteraan rakyat.

Beberapa minggu belakangan ini nama Tri Rismaharini (Risma) ramai diperbincangkan oleh media dalam kaitan Pilgub DKI. Nama Risma digadang akan menjadi salah satu Cagub DKI dalam pilkada serentak yang diadakan pada bulan Februari 2017. Di tengah masyarakat juga muncul dua poros gerakan yang mendukung dan menolak Risma maju dalam Pilgub DKI. Gerakan yang mendukung Risma maju adalah Jaklovers adalah singkatan dari Jakarta Love Risma dan Aliansi Pemuda Surabaya, yang menolak adalah Love Suroboyo. Risma sendiri sudah berkali-kali menunjukkan sikap Negarawan dengan menolak maju dalam Pilgub DKI. Bahkan permintaan melakukan shalat istikharah tidak mau dilakukannya.

"Saya takut di tengah istikharah timbul nafsu untuk meraih kekuasaan, itu bahaya," kata Risma saat memantau pekerjaan "box culvert" di wilayah Kenjeran, Jumat (5/8/2016).

Risma bukanlah seorang pemimpin kelas rendahan yang bisa didorong maju dalam sebuah Pilkada demi keinginan berkuasa dengan tujuan yang tidak benar. Risma bukan seorang Kepala Daerah biasa, dia adalah seorang Negarawan. Seorang yang tidak mengejar kekuasaan tetapi menerima amanah. Karena itu, keputusan Risma untuk tidak maju dalam Pilkada DKI Jakarta adalah keputusan yang sangat beradab dan bermartabat. Bisa dibayangkan yang ada dipikiran masyarakat terhadap Risma, yang baru saja dilantik 17 Februari 2016 memimpin Surabaya pada periode keduanya, sudah meninggalkan amanah tersebut dan maju dalam Pilkada DKI Jakarta. Sangat tidak etis. 

Hal ini tidak akan pernah dipahami oleh partai politik yang menginginkan, bahkan cenderung memaksa, Risma maju dalam Pilkada DKI. Di mata mereka hanyalah merebut kekuasaan dan mengendalikan kekuasaan demi kepentingan partai, bukan masyarakat. Amanah bagi mereka hanyalah sebuah dagangan politik dan barang murahan yang tidak ada nilainya. Amanah bukanlah sesuatu yang bisa ditinggalkan begitu saja.

Buktikanlah Ibu Risma bahwa engkau tidak sama dengan para elit parpol pengejar kekuasaan semata. Tunjukkan bahwa engkau adalah pemimpin yang menjaga amanah dan seorang Negarawan yang penuh dengan pengabdian dan tidak haus kekuasaan.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline