Para wakil rakyat yang sekarang duduk di DPR pasti menggunakan banyak biaya untuk bisa menjadi anggota DPR. Biaya yang dikeluarkan tentu saja dimulai dari "pembelian" nomer urut, kampanye, promosi, serta bagi-bagi uang dan sembako. Uang yang dikeluarkan tentu saja sangat banyak, apalagi daerah pemilihan (dapil) mereka bisa 1 kabupaten atau 2 kabupaten. Nah luasnya dapil semakin memperbesar biaya yang dikeluarkan.
Jika para calon wakil rakyat tersebut tidak punya sokongan dana yang kuat, maka mereka akan berutang. Nah, utang akan dibayar jika mereka sudah menjadi anggota DPR. Hal inilah yang membuat anggota DPR berpikir keras untuk mendapat uang tambahan. Belum lagi mereka punya kewajiban menyetor kepada kas partai dan juga untuk menjaga relasi dengan konstituen.
Mahalnya biaya politik inilah yang membuat mafia masuk dalam badan anggaran. Sebuah posisi yang basah dan penentu pos anggaran yang akan dialirkan. Badan anggaran punya wewenang menetapkan APBN dalam rapat bersama pemerintah. Mafia dalam badan anggaran bukan lagi sebuah isu atau dugaan, melainkan sudah menjadi sebuah realitas.
Berdasarkan berita yang dirilis metrotvnews.com pos pengaduan praktek mafia anggaran yang dibuat oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah, La Ode Ida, bersama Zainal Bintang, sudah menerima 20 laporan praktek mafia anggaran yang melibatkan 10 anggota DPR, Jumat (30/9) sore. Menurut Zainal Bintang, animo masyarakat yang mengadu di pos pengaduan praktek mafia anggaran ini sangat tinggi. Ini terbukti dari banyaknya kiriman yang sampai ke pos pengaduan. Namun, dari sekian banyak pengaduan yang masuk tidak semuanya dilengkapi dengan alat bukti.
Saya berpendapat jika biaya politik tidak semakin ditekan. Atau para calon legislatif tidak punya sokongan dana yang kuat. Maka praktek mafia anggaran dan mafia-mafia yang lain terus terjadi. Pemerintah maupun DPR sekarang harus membuat undang-undang yang mengatur hal itu. Supaya para wakil rakyat tidak menjadi perampas uang rakyat. Jika ini berhasil diatasi kemungkinan besar uang rakyat bisa diselamatkan. Bagaimana pendapat anda?
Selamat pagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H