Lihat ke Halaman Asli

Palti West

TERVERIFIKASI

Hanya Orang Biasa Yang Ingin Memberikan Yang Terbaik Selagi Hidup. Twitter dan IG: @Paltiwest

Rektor UI Memang Tidak Disukai...

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Polemik pemberian gelar Doktor Kehormatan kepada Raja Saudi Arabia menguak sebuah fakta tidak disukainya Rektor Universitas Indonesia oleh beberapa orang di UI. Kompas.com merilis berita bahwa percepatan pergantian Rektor Universitas Indonesia (UI) yang kini dijabat Gumilar Rusliwa Somantri tengah dilakukan oleh kelompok penentang Gumilar yang tergabung dalam Forum Pemerhati Pendidikan UI dan Pendidikan Nasional. Gumilar masih akan menjabat hingga Agustus 2012. Mereka yang bergabung yakni para anggota Dewan Guru Besar UI, Senat, Badan Eksekutif Mahasiswa, para pengajar, mahasiswa, dan berbagai unsur UI lainnya, serta eksternal UI.

Ade Armando, pengajar di FISIP UI, mengatakan, langkah itu diambil lantaran Gumilar mengabaikan prinsip-prinsip good governance, yakni transparansi, akuntabilitas, serta partisipasi selama mengelola UI. Gumilar, kata Ade, juga mengubah sistem tata kelola UI agar tidak ada lagi yang dapat mengontrol kinerjanya. Salah satunya dengan membekukan Majelis Wali Amanat (MWA) yang selama ini mengontrol kebijakan dan keputusan rektor. Langkah itu dilakukan Gumilar dengan dasar Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 yang menyebut UI bukan lagi badan hukum milik negara, melainkan sebagai perguruan tinggi pemerintah (PTP).

Sepertinya selama kepemimpinannya Gumilar memang kurang disukai oleh kelompok penentang tersebut. Beberapa kebijakan yang dilakukan sering sekali tidak transparan dan terkesan otoriter. Pemberian gelar Doktor Kehormatan kepada Raja Saudi pun menjadi sebuah bukti buruknya kepemimpinan Gumilar oleh para penentang Gumilar. Bahkan ada yang menuding Gumilar mendapat untung dalam pemberian gelar ini.

Gumilar sendiri mengatakan bahwa pemberian gelar tersebut sebenarnya dilakukan berdasarkan mekanisme yang semestinya. Bahkan pemberian gelar tersebut seharusnya dilakukan 3 tahun yang lalu. Namun, Gumilar juga tidak menyangkal momen pemberian gelar tersebut kurang tepat dan melukai perasaan beberapa orang.

Pemberian gelar Doktor Kehormatan sendiri sebenarnya tidak perlu terlalu dipersoalkan. Apalagi dasar pemberian gelar tersebut sudah dipaparkan dengan jelas oleh Gumilar. Masalah ada yang pro dan kontra itu adalah hal yang wajar. Di Indonesia sendiri gelar Doktor Kehormatan sering diberikan kepada para tokoh nasional. Dan tidak pernah menghasilkan konflik apapun.

Nah, kekisruhan yang terjadi ternyata bukan mengenai pemberian gelar tersebut. Tetapi lebih disebabkan kepemimpinan Gumilar yang kurang disukai oleh para penentangnya. Isu pemberian gelar tersebut sengaja dihembuskan supaya publik juga menjadi tidak percaya kepada beliau. Saya berharap polemik ini tidak dipolitisasi demi perebutan posisi Rektor UI. Posisi yang "basah" dan penuh dengan kelimpahan. Semoga polemik ini tidak menyebabkan perpecahan di UI yang akan berdampak kepada proses belajar mengajar.

Posisi Rektor memang selalu jadi rebutan. Apalagi jika itu adalah Rektor Universitas ternama di Indonesia. Benarkah? Mungkin anda lebih tahu.

Salam kompasiana.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline