Politik bukanlah hal yang statis, sangat dinamis dan bisa berubah dalam hitungan menit. Bahkan dalam satu partai pun tidak selamanya satu suara, ada saja beberapa orang yang memiliki pendapat berbeda, namun suara partai tetaplah yang menjadi corong utama dalam sebuah kebijakan dan keputusan.
Sebagai kumpulan partai oposisi, Koalisi Merah Putih (KMP) memang sudah sepantasnya melakukan kritik dan mempertanyakan setiap kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan konstitusi dan membuat keresahan di masyarakat. Namun, jangan sampai sebenarnya sebuah partai sudah memahami kebijakan tersebut tetapi tetap saja melakukan kritik karena oposisi.
Hal ini saya lihat terjadi pada partai Gerindra. Partai yang dimana sang Ketua Umum, Prabowo Subianto, ketika kampanye Capres sangat mendukung kebijakan mengurangi dan bahkan mencabut subsidi BBM. Dalam penggalangan hak interpelasi anggota DPR mempertanyakan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM,sudah 62 dari total 73 anggota yang memberikan tanda tangannya. Inisiator asal Gerindra Desmon Mahesa mengatakan hak interplasi ini adalah hak anggota yang tidak ada arahan dari fraksi.
"Fraksi Gerindra lebih pada apa yang kami dengar di konstituen masing-masing, jadi fraksi Gerindra tidak atasnama fraksi dan partai tapi individual," ujar pimpinan komisi III itu. (Detik.com)
Seharusnya partai Gerindra tidak perlu ikut-ikutan melakukan interpelasi. Cukup bertanya kepada Ketua Umum mereka yang memang akan mengurangi dan mencabut subsidi BBM jika menjadi Presiden. Mengapa? Karena dasar pengambilan keputusannya pun sama, tidak berbeda. Berikut kutipan yang saya ambil dari tempo.co.
"Akan saya cabut subsidi dan dialokasikan ke sektor-sektor lain,” kata Prabowo saat berbicara di depan Pengurus Kamar Dagang dan Industri Jawa Tengah di Hotel Crown, Semarang, Sabtu, 9 November 2013.
Prabowo ingin agar Rp 300 triliun itu dialokasikan ke beberapa sektor yang lebih riil wujudnya. Prabowo, misalnya, ingin menggunakan anggaran tersebut untuk pengadaan transportasi massal. Bekas menantu mantan Presiden RI Soeharto ini bakal membelanjakan Rp 10 triliun untuk mendapatkan 35 ribu bus.
Prabowo sadar, jika subsidi dicabut, ada hal yang dikhawatirkan, yakni inflasi dan nasib rakyat miskin. Tapi, kata dia, bangsa Indonesia juga harus berani berhitung dan belajar ke negara-negara lain. Di beberapa negara di dunia, kata Prabowo, untuk menghindari subsidi BBM, mereka menyediakan alat transportasi yang murah dan bagus. Singapura, misalnya, sudah menggratiskan angkutan. Adapun di Prancis, warga yang naik kereta sudah disubsidi hingga 75 persen
Bukankah penjelasan Prabowo di atas cukup jelas disampaikan kepada publik dan saya yakini juga sangat dipahami oleh semua kader Gerindra. Sama seperti yang disampaikan Prabowolah yang dilakukan Jokowi. Namun pengalokasiannya jelas berbeda berdasarkan program masing-masing.
Karena itu, sama seperti ketika Ahok kena tegur karena berbeda dengan suara partai Gerindra, maka Prabowo harus menegur kader Gerindra yang masih bertanya-tanya mengapa harga BBM dinaikkan. Jika perlu harus ada arahan dari partai apakah mendukung atau menolak. Supaya publik tahu apakah Prabowo saat ini masih mendukung kenaikkan harga BBM ayau menolak.
Semoga saja ketegasan Gerindra kepada Ahok yang bertentangan dengan kebijakan partai juga dilakukan kepada para kader Gerindra yang bertentangan dengan suara Ketua Umum. Jika tidak, maka ini berarti kampanye Prabowo pada saat itu hanyalah kebohongan publik dan tidak sejalan dengan realisasi politiknya.