HUJAN turun sangat deras ketika Abi sampai di Stasiun MRT Bukit Bintang. Keluar dari kereta, dia masuk ke ruang tunggu dan duduk di salah satu bangku panjang di sudut. Banyak orang keluar-masuk di stasiun ini. Salah satu stasiun paling ramai di Kuala Lumpur. Dari Stasiun Bukit Bintang ini, hampir semua jurusan penting bisa dijangkau sehingga lalu-lalang orang tak pernah berhenti.
Bukit Bintang adalah kawasan shoping paling terkenal di kota ini. Orang-orang asing dari berbagai negara ada di sini. Hampir semua orang sepakat, inilah surge wisata belanja di Malaysia. Juga kulinernya. Tak ketinggalan juga hiburan. Ini wilayah yang tak tidur. Orang-orang bisa tak tidur sampai pagi. Mereka bisa menikmati apa saja. Hiburan malam di night club, karaoke, minum-minum di bar, makan serba-enak di Alor. Dan sebagainya. Deretan mal besar, hotel, bar dan kelab malam akan menyapa.
Deretan mal besar membentang di depan mata. Ada Pavilion KL, Berjaya Times Square, Sephora Starhill Gallery, Fahrenheit 88, Lot 10, Sungei Wang Plaza dan lain sebagainya. Dari satu mal ke mal lainnya tak sulit karena lokasinya memang berdekatan. Buat yang mau belanja barang fashion branded, silakan ke Pavilion KL.
Sejumlah brand yang ada di sini adalah Coach, Versace, MaxMara, Dolce & Gabbana, Yves Saint Laurent. Ada pula Forever 21, hingga Pull & Bear. Asyiknya lagi, ada WiFi gratis yang bisa dipakai pengunjung.
Sedangkan kalau mau belanja baju, celana, aksesoris dan barang fashion lainnya dengan harga murah dan tentunya bersahabat di kantong, traveler bisa mampir ke Sungei Wang Plaza. Kalau mau menawar harganya pun bisa.
Cape belanja, saatnya istirahat sambil bersantap. Mencari makanan tak sulit, biasanya di mal-mal tersebut sudah tersedia food court. Di sekitar Jalan Bukit Bintang juga ada sejumlah restoran dengan menu bercita rasa Timur Tengah. Area ini pun tak jarang disebut sebagai Arab Street.
"Kau akan sendirian di Kuala Lumpur nanti..."
Abi teringat kalimat itu. Dewi. Ia sedang mempersiapkan kuliah bisnis S2-nya di Leicester, seperti yang diinginkan ayahnya. Sedang Abi tetap kukuh ingin melanjutkan S2-nya di Kuala Lumpur saja. Sebenarnya lebih tepatnya di Selangor. Maklumlah, tak banyak uang yang dimilikinya dibanding keluarga Dewi.
"Kalau kamu mau, kita bisa sama-sama ke Leicester," kata Dewi ketika itu
"Bercanda kamu. Ayahku hanya pegawai kecil di bea cukai yang hingga hari ini masih tak mau makan uang sogok..." kata Abi sambil tertawa. "Kalau dari dulu ayahku mau menerima uang enak itu, tak perlu aku bekerja paruh waktu sebagai wartawan ketika kuliah di Bandung. Tapi aku bangga dengan ayahku..."
"Iya. Kamu harus bangga dengan apa yang dilakukan oleh ayahmu. Tak banyak orang yang bekerja di bea cukai tak tergoda dengan lalu-lalang uang pelicin di sana..."