Lihat ke Halaman Asli

pak sofin sinaga

Saya seorang yang peduli sesama

Bima Sakti, Timnas U-16, dan Pep Guardiola

Diperbarui: 24 Agustus 2020   21:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di tengah pandemic covid-19, kegiatan persiapan Timnas U16 dan  Timnas U19  tetap berjalan sebagaimana mestinya karena belum ada kabar apakah perhelatan Piala Asia U16 dan U19 akan diundur. Setakat ini kalender AFC untuk dua kegiatan tersebut masih sesuai Kalender AFC yang diterima PSSI. Hanya Timnas senior yang dipulangkan karena pengunduran jadwal lanjutan penyisihan PPD hingga 2021.

Dan membicarakan Timnas senior sudah tidak menarik lagi karena sudah tersisih. Membaca dari beberapa media massa, penulis tergelitik khususnya persiapan Timnas U-16 yang ditukangi Pelatih Bima Sakti Tukiman. Tergelitik karena Pelatih Bima Sakti tidak memanggil pemain berbakat Tristan Alif. Ada apa?

Tentu keputusan itu membuat kecewa orang tua dan para penggemar Tristan. Tetapi apakah hanya orang tua dan penggemarnya yang merasa kecewa. Penulis yang bukan penggemar Tristan pun turut kecewa atas nama Tim Nasional Sepakbola Indonesia.

Penulis terbayang 27 tahun silam disaat masih muda belia ditempa untuk menjadi pemain sepakbola di kota Dumai (Provinsi Riau). Dimulai dari main di Klub di Kota Dumai, bersama sama rekan setim berlomba untuk bisa menjadi calon pemain (belum pemain) junior untuk PERSEMAI (Bond/Persatuan Sepakbola Dumai).

Meski hanya diseleksi untuk menjadi calon pemain dan setelah itupun masih diseleksi lagi untuk menjadi pemain Junior perserikatan Sepakbola Dumai (PERSEMAI), namun tak urung segala kemampuan dikerahkan dan segala bentuk latihan berat dan ringan dijalani.

Kesimpulan yang didapatkan dari yang dialami penulis selama mengikuti kegiatan sepak bola di masa belia ada 3 aspek yang diperlukan dalam sepak bola.  Satu : Skill/keahlian (menendang bola, menggiring bola dan memanduk bola), dua : mengorganisasi permainan ( gerakan tanpa bola, kapan berlari , kapan mengumpan bola) dan ketiga : Kemampuan Fisik.

Mungkin 3 aspek tadi tidak dimiliki oleh Tristan menurut pelatih Bima Sakti. Tentu pelatih Bima Sakti menggunakan ukuran/standar nya sendiri yang didasari pengalamannya sebagai pemain dan telah dilatih oleh beberapa pelatih.

Meskipun ilmu yang didapatnya itu tidak mampu mengangkat timnas senior ketika dia melatih. Sehingga banyak orang meragukan kepelatihan Bima Sakti yang hanya kursus kilat menjadi pelatih tetapi tetap ditunjuk kembali menjadi pelatih timnas U16.

Di sinilah letak kesalahan sepak bola Indonesia sehingga terpuruk selama ini. Selalu menggunakan ukuran/standar yang rendah.  Kita menggunakan standar rendah , satu : dalam hal Skill/keahlian, dua : dalam hal kemampuan organisasi permainan, ketiga : dalam hal fisik. Kasus Tristan contohnya.

Ukuran /standar yang dipakai Pelatih Bima Sakti sangat rendah karena tdak memilih Tristan meskipun Pelatih Pep Guardiola sudah secara langsung melihat kualitas seorang Tristan dan mengatakan bahwa Tristan adalah pemain Berbakat masa depan namun Pelatih Bima Sakti mengabaikan penilaian itu. Bukankah penilaian pelatih sekelas Pep Guardiola adalah sebuah ukuran/standar yang tinggi .

Ya tentu, karena Pep Guardiola sudah membuktikan timnya juara di Eropa dan Dunia karena penilaiannya terhadap pemain pemain sehingga bisa juara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline