Lihat ke Halaman Asli

Kabar Banjir dari Rantau

Diperbarui: 3 Januari 2020   19:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pexel.com

Salah satu kerabat saya kerja di Jakarta. Sudah bermukim pula di sana. Kurang lebih tujuh tahun. Beberapa bulan silam, saya mampir ke rumahnya.

Maka ketika kabar banjir awal tahun yang menggemparkan itu, saya risaunya bukan main. Saya kontak dia. Tetapi gagal. Nomornya tidak aktif.

Sebulan yang lalu dia mengirimi foto anaknya. Ulang tahun ke lima. Ulang tahun? Begitu saya berpikir awalnya. Kerabat saya itu memang anti terhadap ulang tahun. Banyak sekali dia menjelaskan alasannya. Okelah, saya tidak peduli. Justru kaget, kenapa dia malah merayakan ulang tahun putranya itu.

"Jangan kaget. Ini kompleks untuk dijelaskan" ujarnya di whatsapp. Lalu saya balas dengan jempol. Ya, itu percakapan terakhir.

Bencana banjir ternyata hebohnya juga membanjir. Di semua lini masa media sosial. Banjir Jakarta viral.

Kebetulan saya aktif twitter. Luar biasa itu. Kalau saya menyimpulkan, ada dua narasi besar. Yang satu menggoyang kinerja gubernurnya. Lainnya, membela mati-matian gubernurnya. Lucunya, ini melibatkan orang-orang di luar Jakarta.

"Gubernur itu jabatan publik. Kalau ada yang bermasalah, misal banjir, dia bertanggung jawab," ujar teman saya.

Saya jengah. Tetapi atas nama keakraban perbincangan tetap berlanjut.

"Iuran BPJS juga naik lho. Berlipat-lipat. Jangan lupa. Jangan sampai ditenggelamkan banjir. Itu kepala negara harus tanggung jawab. Konsisten kan. Jabatan publik" teman saya lainnya menimpali.

Saya sudah bisa menduga. Ini akan berlanjut dan tak akan berhenti.

Tiba-tiba gawai saya menyala. Sebuah notifikasi whatsapp.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline