"Opini Rakyat Biasa"
Salah satu pertanyaan bagi orang yang mungkin puas dengan pemerintahan Jokowi adalah, siapa selanjutnya yang mungkin seperti Jokowi? Dalam pandangan saya , untuk mencari sosok ideal seperti Jokowi tentulah sangat sulit. Terutama nanti ketika 2024, seandainya presiden dan wakil presiden yang terpilih itu dianggap sebagai penerus dan bayangan Jokowi. Itu sangat sulit, apalagi , tahun 2024 adalah tahun periode pertama seorang presiden yang mungkin barangkali harus melakukan konsolidasi partai politik di dalam Parlemen misalnya, atau , memikirkan bagaimana caranya mengimbangkan menteri yang memang ahli dan menteri jatah koalisi.
Melihat Jokowi Di Periode Awal
Awal - awal Jokowi berkuasa, Jokowi mengalami apa yang disebut sebagai divided government. Apa artinya? Suatu pemerintahan presidensial yang berjalan tanpa dukungan yang kuat dari legislatif (Parlemen). Pembelahan terjadi , karena Koalisi Indonesia Hebat tidak sebanyak Koalisi Merah Putih yang saat itu Prabowo - Hatta. Dalam video editan oleh Eka Gustiwana yaitu berisi lagu dengan potong - potongan debat capres antara Jokowi dan Prabowo tahun 2014 dengan judul "Tepuk Tangan", saya ingat salah satu lirik :
"Bukan bagi - bagi kursi ,
bagi - bagi Menteri"
Tapi menurut saya , ketika pembentukan kabinet , Jokowi dibayangi oleh dua sosok yang ada dibelakangnya yaitu Surya Paloh dan Megawati. Terbukti. Nasdem mendapatkan posisi Jaksa Agung, Megawati mendapatkan banyak kursi. Seperti Puspayoga, Tjahjo Kumolo, Puan Maharani , Yassona Laoly dan lain sebagainya serta Sutiyoso dari PKPI (Partai pendukung Jokowi-JK) yang menjadi Kepala Badan Interlijen Negara (BIN) walaupun nantinya digantikan oleh Calon Kapolri yang batal dilantik yaitu Komjen Pol. Budi Gunawan. Saya tak ragu mengatakan bahwa di awal pemerintahannya, Jokowi adalah presiden yang cukup lemah! Bukan secara fisik tetapi secara politik dan power untuk tidak pada akhirnya disebut sebagai presiden boneka. Apalagi, saat dirinya mencalonkan Kapolri untuk menggantikan Jenderal Sutarman yang mencalonkan Komjen Pol. Budi Gunawan, akhirnya apa? Jokowi mengalami dilema.
Sewaktu penetapan tersangka Komjen Pol. Budi Gunawan oleh KPK yang saat itu dikenal sebagai kasus "rekening gendut", saat itu Jokowi mengalami kegaduhan luar dan dalam. Pendukung KPK adalah rata - rata aktivis anti-korupsi dan juga lebih dominan masyarakat sipil yang awalnya sangat percaya kepada Jokowi. Karena sebelum dirinya membentuk kabinet , Jokowi sangat dekat dengan KPK terutama dengan caranya yang menyodorkan nama- nama calon menteri yang kemudian distabilo oleh KPK. Tapi pada sisi yang lain , yaitu di dalam, entah kenapa momen ini menyatukan antara KIH dan KMP yang saat itu keduanya mendukung penuh Komjen Pol. Budi Gunawan sebagai kapolri. Dan, ribut - ribut ini pun memperparah hubungan eksekutif dan legislatif saat itu.
Jokowi benar - benar lucu saat itu. Dia yang mencalonkan tapi dia sendiri yang tidak melantik. Memang benar - benar bahwa dukungan untuk tidak melantik lebih dominan daripada melantik seorang tersangka 'rekening gendut'. Apa sebenarnya yang ada di pikiran Jokowi saat itu?
Jokowi Bukan Elite, Tapi Dikelilingi Elite!
Pada saat saya masih SD, saya melihat sosok calon Gubernur DKI pada 2o12 bernama Jokowi. Jujur, entah kenapa saya melihat sosok ini sebagai sosok yang memiliki magnet tetapi itu terjadi saat saya melihat Jokowi belum bekerja sebagai Gubernur tetapi hanya sekedar menjadi calon. Setelah dirinya menjadi Gubernur dan muncul di televisi dengan gayanya yang sangat sipil daripada pejabat yang mewah - mewah. Padahal, saya tidak pernah melihat berita saat dirinya menjadi Walikota Solo dan hanya berita itu saja yang bisa saya ketahui tentang latar belakang orang ini. Tapi dengan gayanya yang seperti itu , saya rasa Jokowi ini memang punya semacam magnet daya tarik atau katakanlah citra yang tak terjelaskan, kenapa dia ini memang seorang pemimpin tapi tidak berjarak.
Dan setelah melihat Jokowi sebagai Gubernur dan saya melihat apa latar belakang partainya , entah saya memiliki feeling bahwa yang namanya PDIP ini akan membara. Benar saja, dengan baju kotak - kotaknya dan gaya Jokowi yang menolak disebut luar biasa, ini adalah sosok yang muncul secara tiba - tiba dan sering dipertimbangkan untuk maju 2014.
Tahun - tahun menjelang 2014, munculnya iklan - iklan seperti Gita Wirjawan , Wiranto - Hari Tanoe dan sebuah berita yang muncul dengan isi bahwa Rhoma Irama akan maju, semua saya anggap angin biasa saja. Tak ada yang menarik dari situ.Tapi begitu Jokowi muncul digadang - gadang sebagai calon , saya sedikit ragu, apalagi dengan adanya Prabowo yang sepengatahuan saya saat itu pernah menjadi cawapres dari Megawati. Apa sebenarnya yang membuat saya ragu? Padahal PDIP menang secara legislatif dan apakah keraguan saya itu didasari oleh sedikitnya koalisi Jokowi yang bernama Indonesia Hebat itu?