Lihat ke Halaman Asli

Maruntung Sihombing

Karya Nyata bukan Karya Kata

Arus Utama Pendidikan Papua

Diperbarui: 26 November 2019   07:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak Lanny Jaya belajar di Pondok Baca Indawa

Ada banyak data yang bisa dijejerkan untuk menunjukkan bahwa pendidikan di Papua mesti dijadikan sebagai arusutama yang harus dikedepankan dalam pembangunan. Data Kemendikbud tahun 2015/2016 menyatakan terdapat 43 persen anak usia sekolah yang tidak masuk SD, 58 persen tidak masuk SMP, dan 54 persen tidak masuk SMA. 

Kemudian,  ada 7.600 ruang kelas SD rusak dan 2.300 ruang kelas yang tidak bisa dipakai, sedangkan untuk tingkat SMP ada 2.200 ruang kelas yang rusak  dan 300 ruang yang tidak bisa dipakai.

Padahal, sama-sama kita ketahui bahwa pendidikan menjadi fondasi sentral membangun peradaban bangsa ataupun daerah. Jika pembangunan pendidikannya saja sudah gagal, maka ihktiar membangun Papua bangkit, maju dan mandiri akan susah diwujudnyatakan. Belum lagi kegagalan ini sudah terjadi hampir di semua tingkatan pendidikan dasar. Padahal kalau di dasarnya saja Papua sudah gagal, maka di pucuk-pucuknya susah untuk diharapkan.

Fokus Bangun SDM

Apalagi kalau kita komparasikan dimana pemerintah lebih 'memilih' pemusatan pembangunan fisik (pembangunan jalan tol, pelabuhan, bandara hingga listrik) ketimbang pembangunan SDM-nya. 

Pemerintah seolah sibuk memberikan 'ikan' tapi lupa mempersenjatainya dengan 'kail'. Padahal akan jauh lebih sempurna bila pembangunan juga dilakukan secara menyeluruh dan menyentuh manusianya. Penting dipahami bersama agar menjadi sandaran sama-sama bahwa tujuan pembangunan yang sebenarnya adalah manusia itu sendiri.

Alvionita Kogoya, salah satu anak jenius dari Papua yang diundang Jokowi ke Istana Negara (sumebr: detik.com)

 Cina misalnya yang dulu ingin bangsanya hidup tenang berkeyakinan dengan membangun tembok yang menjulang tinggi itu, maka tak akan ada orang yang sanggup menerobosnya. 

Yang terjadi malah 100 tahun pertama setelah tembok berhasil dibangun, mereka bukan malah hidup tenang, Cina bahkan terlibat peperangan besar sebanyak tiga kali. Ironisnya, pada setiap kali peperangan itu, pasukan musuh tidak menghancurkan tembok atau memanjatnya, tetapi cukup menyogok penjaga pintu gerbang. 

Cina zaman itu telalu sibuk dengan pembangunan tembok, tetapi mereka lupa membangun manusianya. Dan hari ini, sama-sama kita tahu Cina dengan segala kehebatannya.

Pagelaran seni anak-anak Lanny Jaya di Indawa

Bila kita mengekor dengan Tajuk Rencana Kompas (04/10), kita akan samakin paham lagi bahwa sangat penting melakukan pembenahan menyeluruh dalam semua bidang khususnya pendidikan dan kesehatan karena tanpa itu bukan hanya bonus demografi akan lewat tapi kita bisa diperhadapkan pada ancaman lost generation. Ini tentu bisa meremukkan ihwal harapan kita untuk membangun Papua selama ini bila 'bencana' ini benar-benar terjadi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline