Lihat ke Halaman Asli

Pak Gie

pembelajar

Meragukan Narasi Perubahan Supian Suri di Depok

Diperbarui: 8 Oktober 2024   08:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: jabar.jpnn.com

Bursa Pemilihan Kepala Daerah (PIlkada) di Kota Depok kembali memanas. Saat ini ada dua Calon Kepala Daerah yang bersaing memperebutkan kursi Walikota. Imam Budi Hartono dan Ririn Farabi dari kubu petahana (PKS dan Golkar), serta Supian Suri-Chandra Rakhmansyah diusung 12 partai politik sebagai kubu penantang.

Sebagai seorang petahana, IBH dan Ririn mengusung wacana keberlanjutan. Pasalnya, IBH merupakan Wakil Walikota periode sebelumnya. Jadi dia maju sebagai Walikota untuk meneruskan kepemimpinannya.

Sementara, Supian Suri mengusung narasi perubahan. Dia bersama 12 parpol berkeinginan menggusur dominasi PKS yang sudah berkuasa selama 20 tahun terakhir.

Wacana Perubahan untuk Depok

Dalam berbagai pemberitaan, Supian Suri selalu menggaungkan perubahan kota Depok. Ia membawa visi: 'Bersama Depok Maju'.

Ya, kalau boleh jujur, visi soal Depok Maju ini lebih seperti mencontek visinya Prabowo-Gibran, sih. Namun bedanya ketika Prabowo-Gibran berposisi melanjutkan pemerintahan Jokowi, di sini Supian Suri malah memposisikan diri secara biner dari pemerintah kota.

Supian Suri and the gang, berusaha menjadi antitesis dari rezim sebelumnya. Misalnya, ketika rezim PKS dianggap ekslusif, maka dia ingin disebut inklusif. Ia menyebut pemerintah sebelumnya hanya mengutamakan kelompoknya, maka sebaliknya dia ingin membawa Depok sebagai milik semua orang ke depan.

Untuk mengukuhkan posisi itu, Supian Suri juga banyak mengkritik kegagalan Pemkot Depok dalam menyelesaikan masalah-masalah warga, seperti buruknya drainase sehingga menyebabkan banjir, tata kelola sampah yang serampangan, hingga kemacetan di berbagai ruas jalan, khususnya Sawangan.

Semua kritik itu valid saja, cuma saya agak kurang menangkap apa solusi konkret dari masalah-masalah yang disebutkannya, kecuali hanya nuansa kritiknya saja.

Jangan-jangan solusi yang dihasilkan nanti sama saja, atau terkesan normatif. Sehingga narasi perubahan itu tak lebih dari upaya meraup suara pada momen Pilkada. Sebab praktik populis-manipulatif ini tengah marak di berbagai kontestasi politik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline