Lihat ke Halaman Asli

Sungkowo

TERVERIFIKASI

guru

Pembelajaran P5 Itu Gelar Karakter Bukan Gelar Karya

Diperbarui: 3 Oktober 2024   08:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi 1, Siswa sedang menyelesaikan proyek membuat tandu ampyang. Dikembangkan menjadi ampyang literasi. (Dokumentasi pribadi)

Selama ini gelar karya dalam pembelajaran proyek penguatan profil pelajar Pancasila (P5) cenderung lebih penting ketimbang bagian lain. Buktinya, gelar karya sebagai tahap yang seakan dijadikan tanda berhasil atau tidaknya pembelajaran P5.

Jika dalam pembelajaran P5 tak dimunculkan gelar karya di momen terakhir, pembelajaran P5 dianggap tak berhasil. Maka, pada setiap akhir pembelajaran P5 diarahkan ada gelar karya.

Realitas ini dilakukan oleh semua sekolah. Yang buktinya dapat dilihat melalui media sosial (medsos), yang dijadikan panggung bagi sekolah untuk membagikan gelar karya bagi publik.

Sekolah merasa bangga jika gelar karya yang dipanggungkan melalui medsos dilihat oleh publik. Semakin banyak dilihat netizen semakin bangga. Berarti gelar karya yang dilakukan semakin berhasil.

Jadi, netizen seakan memberi peneguhan bahwa gelar karya termaksud sukses. Yang, fakta ini tak hanya membanggakan guru, tapi juga siswa dan orangtua. Sebab, gelar karya yang dipanggungkan sekolah melalui medsos dilihat dan diperbincangkan banyak orang.

Memang gelar karya dalam pembelajaran P5 itu melalui proses yang panjang. Bahkan, terkait topik tertentu dari tema yang sudah disediakan oleh Kemendikbudristek, yang dapat ditemukan di Panduan Pengembangan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, sekolah kadang perlu mencari narasumber.

Hal demikian dilakukan karena ada topik-topik tertentu yang kemampuan guru tak menjangkau. Guru harus mengikuti pelatihan terlebih dahulu dengan narasumber yang kompeten di bidangnya sebelum memfasilitasi siswa.

Itu saja kadang guru kurang percaya diri memfasilitasi siswa dalam mengerjakan proyek termaksud. Sebab, proyek lebih mengarah ke keterampilan dan untuk menguasai keterampilan tak cukup dengan pelatihan sehari dua hari.

Maka, sekolah sering mengundang narasumber untuk datang ke sekolah memberi pengalaman belajar kepada siswa. Selanjutnya, guru yang sudah mengikuti pelatihan mendampingi siswa dalam berproses mengerjakan proyek hingga selesai.

Ilustrasi 2, Narasumber tema "Suara Demokrasi" dari KPU Kudus, Jawa Tengah, sedang sosialisasi di hadapan siswa. (Dokumentasi pribadi)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline