Sebentar lagi anak-anak masuk sekolah. Dan, sekolah akan menyambut mereka dengan sukacita. Tapi, tak berarti tak ada persoalan yang perlu diantisipasi oleh sekolah. Ada.
Sejak dulu hingga kini, siswa bermasalah selalu ada. Dan, siswa yang memiliki problem selalu terganggu belajarnya. Juga mengganggu belajar teman-temannya.
Sebab, siswa yang berproblem bagian dari siswa yang lain. Dan, siswa yang lain tak mungkin menutup mata dan telinga terhadap temannya yang memiliki problem.
Mereka yang sudah melihat dan mendengar siswa, yakni temannya yang bermasalah itu, pasti menyimpan kesan di dalam benak dan pikiran mereka.
Siswa yang berpikir positif, tentu memandang persoalan temannya sebagai fenomena yang baik untuk pembelajaran (hidup). Karena, dapat menumbuhkan sikap empatinya.
Tapi, siswa yang berpikir negatif, hal termaksud dapat menjadi faktor negatif baginya. Karena, bukan mustahil malah menjadi bahan perundungan. Yang, tentu merugikan, baik bagi dirinya (sendiri) maupun bagi siswa yang memiliki masalah.
Selain itu, juga mengganggu guru dalam memberi layanan belajar bagi siswanya. Betapa tidak, konsentrasi guru bukan mustahil tersedot ke siswa yang bersangkutan. Sehingga, ada waktu yang tak didapatkan oleh banyak siswa (lain).
Itu sebabnya, penanganan siswa yang berproblem perlu segera dilakukan. Caranya, tak cukup siswa dipanggil oleh guru wali kelas dan guru bimbingan dan konseling (BK) dalam penyelesaiannya.
Dipanggil dalam rangka menggali pokok persoalan, yang kemudian dapat ditemukan akar persoalannya, itu langkah yang terbaik. Sebab, umumnya, siswa yang memiliki problem adalah siswa yang di rumahnya pun ada problem.
Artinya, siswa yang memiliki persoalan tak mungkin dapat ditangani hanya sebatas mengajak siswa berdiskusi. Siswa tak akan mampu diajak memecahkan problemnya sendiri, tanpa melibatkan keluarga.