Lihat ke Halaman Asli

Sungkowo

TERVERIFIKASI

guru

Tradisi Mapati, Tetangga Diajak Menjadi Saksi dan Mendoakan Kehamilan

Diperbarui: 5 Maret 2024   12:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Nakita.id/Cynthia

Saya mendapat undangan dari tetangga dekat terkait dengan kehamilan. Setahu saya terkait dengan kehamilan, hanya ada tradisi Mitoni. Mitoni bermula dari kata pitu (bahasa Jawa), yang berarti tujuh. 

Jadi, Mitoni merupakan masa kehamilan tujuh bulan yang ditandai dengan sebuah acara khusus. Yaitu, mengundang tetangga untuk mengikuti kenduri. Dan, mereka yang diundang saat pulang membawa berkat. Tapi, sebelumnya, ada doa yang dilantunkan bersama, yang dipimpin oleh sesepuh, yang setahu saya, di perkampungan kami tinggal, orangnya tetap.

Karena setiap ada acara kenduri, sesepuh ini yang selalu memimpin. Termasuk, ketika ada kematian bagi warga yang beragama Islam, ia yang lebih banyak memimpin prosesinya. Ia lebih menyerupai lebai.

Kenduri Mapati, baru sekali ini saya mengikutinya. Sebelumnya, saya lebih sering mengikuti kenduri arwah, atau kenduri orang mau menikah dan khitan.

Karenanya, saya bertanya-tanya dalam hati ketika menerima undangan Mapati. Ternyata, Mapati berasal dari kata papat (bahasa Jawa), yang berarti empat. Jadi, Mapati merupakan masa kehamilan empat bulan.

Setahu saya terkait dengan kehamilan, seperti yang sudah disebutkan di atas, hanya Mitoni. Itu saja. Itu pun, seingat saya, saya sangat jarang mengikutinya. Karena hal ini mungkin terkait dengan kerap atau jarangnya orang hamil.

Selain itu, juga orang yang diundang terbatas, menyesuaikan dengan anggaran yang dimiliki keluarga bersangkutan. Semakin memperluas radius orang yang diundang semakin banyak anggaran yang dibutuhkan. Semakin mempersempit radius orang yang diundang semakin sedikit anggaran yang diperlukan.

Kenduri Mapati di rumah tetangga, yang saya ikut menghadirinya, diawali dengan menikmati santapan jajan dan teh. Ini dilakukan agak berbeda dengan yang biasa saya mengikutinya. Sebab, jajan dan teh biasanya dikeluarkan di bagian akhir acara, setelah doa dilantunkan, atau persis menjelang pulang.

Cara berbeda ini dilakukan agar orang yang diundang, yang datangnya lebih dulu tak hanya diam. Tapi, mereka dapat menikmati jajan dan teh yang sudah disediakan. Saat itu keluarga mesti mengajaknya bercakap-cakap. Tapi, ketika ada jajan dan teh yang dapat dinikmati sembari bercakap-cakap tentu lebih gayeng.

Maka, sekalipun cara ini berbeda dengan yang sudah sering saya mengikutinya, dapat menjadi rekomendasi untuk ditiru. Sebab, realitanya memang lebih gayeng. Sembari menunggu yang lain datang, orang-orang yang lebih awal datang dapat makan-minum dan bercakap-cakap.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline