Dandangan, sejak 1 Januari 2016, sudah diakui secara nasional sebagai warisan budaya tak benda (WBTB), yang termasuk Domain Seni Pertunjukan (warisanbudaya.kemdikbud.go.id).
Karenanya, saat pembukaan Dandangan (1/3/2024), Penjabat (Pj.) Bupati Kudus, M. Hasan Chabibie, menyebutkan bahwa Dandangan 2024 dikemas secara berbeda dengan Dandangan tahun-tahun sebelumnya.
Dalam kemasan ini, budaya menjadi panglima dalam pelaksanaan Dandangan, sebutnya. Artinya, di dalam kebudayaan ada banyak bidang aktivitas yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Di antaranya adalah bidang perekonomian, sosial, religiositas, dan toleransi.
Kalau selama ini di dalam logika masyarakat, Dandangan identik dengan perdagangan, sejak 2024, Dandangan harus dipandang sebagai budaya, yang di dalamnya di antaranya ada perdagangan atau perekonomian dan juga ada bidang lain, seperti yang sudah disebutkan di atas.
Itu sebabnya, ada rangkaian aktivitas budaya dalam masa Dandangan. Yang, diawali dengan kegiatan Diskusi Budaya (1/3/2024).
Saya sengaja menghadiri acara itu. Saya tak diundang, tapi datang sendiri. Saya datang tepat waktu, yaitu pukul 19.30 WIB. Sebab, saya tak mau melewatkan mata acara yang dilakukan.
Tempatnya di Alun-alun Kulon, yang disebut dengan istilah "Alkul". Istilah ini diucapkan oleh moderator diskusi dengan mengajak masyarakat yang hadir untuk mengucapkannya.
Ini seperti sebuah pengenalan dan penegasan terhadap istilah yang baru terhadap khalayak, yang seolah perlu mendapat pengesahan dari khalayak.
Sebab, saya sendiri memang baru mendengar istilah "Alkul" yang digunakan untuk menyebut Alun-alun Kulon di acara Diskusi Budaya malam itu, dalam tema "Dandangan Warisan Budaya Masjid Menara untuk Nusantara".
Alkul berada di lingkungan Masjid Menara. Yang, sudah mafhum bagi masyarakat Kudus bahwa Masjid Menara menyatu dengan Makam Sunan Kudus.