Lihat ke Halaman Asli

Sungkowo

TERVERIFIKASI

guru

Mengelola Tawuran Antarsiswa di Sekolah dalam Perspektif Seni Tari

Diperbarui: 1 Maret 2024   08:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Siswa menampilkan tarian hasil refleksi "tawuran" antarsiswa di halaman SMP 1 Jati, Kudus, Jawa Tengah, 27/2/2024 (Dokumentasi pribadi)

Tulisan ini disusun berdasarkan pengalaman guru mata pelajaran (mapel) Seni Tari yang dibagikan kepada saya. Yang, dikuatkan juga oleh beberapa teman guru, termasuk guru mapel Bahasa Jawa, yang turut menyaksikan sebuah tarian yang dibawakan oleh dua puluh siswa putra dan dua siswa putri.

Tarian ini ditampilkan di tengah lapangan sekolah. Disaksikan oleh seluruh siswa Kelas 8, juga siswa Kelas 9, yang ruang kelasnya menghadap ke lapangan.

Kebetulan pada hari tersebut Kelas 8 jadwal pembelajaran proyek penguatan profil pelajar Pancasila (P5). Yang, salah satu bagian pembelajaran P5 tersebut adalah senam.

Senam ini diikuti oleh tiap kelas. Karena di sekolah tempat saya mengajar, Kelas 8 terdiri atas delapan kelas, maka ada delapan sesi senam.

Nah, di sela-sela aktivitas ini ditampilkan tarian yang terinspirasi dari cerita Ramayana. Cerita yang di dalamnya ada adegan peperangan antara Hanoman dan Rahwana. Adegan ini yang ditarikan oleh dua puluh siswa putra, yang sejatinya mereka tak memiliki keterampilan dasar menari.

Pembagiannya, satu siswa menjadi Hanoman; satu siswa menjadi Rahwana. Dan, sisanya, sebagian menjadi kera, anak buah Hanoman dan sebagian menjadi anak buah Rahwana. Dua siswa putri, satu menjadi Sinta dan satunya menjadi Trijata. Trijata adalah raksasa perempuan sehingga dipastikan sekelompok dengan Rahwana.

Tarian tersebut sebagai konsekuensi dari perbuatan mereka yang dianggap menyimpang. Yaitu, "tawuran". Atau, lebih tepatnya mereka bersenda gurau, yang dipandang mengarah ke aksi tawuran. Dua siswa putri tak terlibat dalam aksi "tawuran". Hanya, mereka ditambahkan untuk melengkapi peran.

Awalnya, perbuatan beberapa siswa putra ini diketahui Wali Kelas atas informasi siswa yang lain. Lalu, mereka diajak berbincang-bincang di ruang Bimbingan dan Konseling (BK). Dari berbincang-bincang ini kemudian ditemukan ada dua puluh siswa putra yang terlibat di dalamnya.

Saat itu, seorang teman guru mapel Seni Budaya, yang secara khusus mengampu mapel Seni Tari, mengetahui karena kebetulan ada kepentingan dengan salah satu teman guru BK di ruang BK.

Pada titik ini gayung bersambut. Sebab, ketika kedua puluh siswa putra ini baru dicarikan tindakan sebagai bentuk konsekuensi atas perbuatannya oleh Wali Kelas dan guru BK, guru Seni Tari yang mengetahuinya memberikan usul agar kedua puluh siswa putra termaksud dijatuhi konsekuensi menari (saja).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline