Lihat ke Halaman Asli

Sungkowo

TERVERIFIKASI

guru

Korupsi dalam Perspektif Guru

Diperbarui: 14 November 2023   17:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Siswa SMP 1 Jati, Kudus, Jawa Tengah, sedang berdiskusi saat pembelajaran berlangsung. (Dokumentasi pribadi)

Perihal korupsi di negeri ini sudah bejibun. Seperti yang dicatat Kompas.com (18/7/2023), misalnya, ada 351 kasus yang melibatkan pejabat eselon 1 hingga 4, 344 kasus yang melibatkan anggota DPR dan DPRD, 31 kasus melibatkan hakim, dan 24 kasus melibatkan gubernur.

Pejabat eselon 1 hingga 4, anggota DPR dan DPRD, hakim, dan gubernur, bukan sosok yang tak berpendidikan. Mereka pasti berpendidikan (tinggi). Sehingga, mereka, terutama yang sudah berumah tangga, menjadi sosok kebanggaan dalam keluarga.

Bahkan menjadi panutan. Tak hanya bagi orang-orang dalam keluarga, tapi juga saudara, tetangga, bahkan masyarakat luas. Mereka --terutama yang masih taruna---mengharap dapat meneladan jejaknya. Menjadi orang terkenal, terpandang, dan berpenghasilan besar.

Hal keteladanan inilah yang akhir-akhir ini digaungkan di dunia pendidikan. Sebab, keteladanan merupakan tindakan nyata yang dapat dilihat dan didengar (langsung), yang diyakini dapat menjadi inspirasi dan mudah ditiru.

Oleh karena itu, guru  --dalam konsep bahasa Jawa---yang diuraikan menjadi digugu dan ditiru, seakan dituntut selalu memberi teladan (baik) terhadap siswa.

Terlebih dalam pendidikan karakter, guru menjadi role model bagi siswa. Guru di sekolah akan merasa kurang nyaman, misalnya, makan sambil berjalan. Karena khawatir dilihat oleh siswa dan siswa menirunya.

Masih banyak perilaku (kurang layak) yang oleh guru harus hati-hati agar tak menginspirasi siswa. Di antaranya, tak membuang sampah di sembarang tempat, tak merokok (sekalipun mungkin masih ada guru yang merokok dengan cara mencari lokasi yang tak vulgar), dan tak duduk seenaknya (misalnya mengangkat kaki di atas kursi --bahasa Jawa: jigrang).

Karena guru menjadi pusat perhatian siswa, diakui atau tidak, semua gerak-geriknya diteropong oleh siswa. Kalau siswa melihat ada gurunya berperilaku buruk,  guru tersebut pasti menjadi pergunjingan siswa. Dan akibatnya, kewibawaan guru turun di mata siswa.

Namun, akibat yang lebih buruk adalah adanya  dampak terhadap karakter siswa. Sebab, bukan tak mungkin perilaku buruk guru ditiru oleh siswa. Bahkan, sangat mungkin akhirnya perilaku siswa (malah) lebih buruk daripada perilaku guru yang ditirunya.

Maka, sangat masuk akal jika kita menjumpai ada peribahasa, guru kencing berdiri; murid kencing berlari. Peribahasa ini lahir tentu bukan tanpa penyebab.

Boleh jadi peribahasa tersebut  lahir diawali dengan adanya kejadian yang berulang-ulang tentang perilaku buruk guru, yang diketahui (kemudian) ditiru (secara masif dan membabi buta) oleh siswa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline