Lihat ke Halaman Asli

Sungkowo

TERVERIFIKASI

guru

Memartabatkan Pengemis (dan Pengamen), Bagaimana Mewujudkannya?

Diperbarui: 23 Februari 2022   05:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pengamen dengan kostum badut "berkarya" di area traffic light. (sumber: dokumentasi pribadi)

Sejauh saya mengetahui, di daerah tempat saya tinggal, kini tak pernah terlihat ada pengemis (dan pengamen) di area pusat kota. Pusat kota lazimnya adalah area yang menjadi pusat pemerintahan.

Kalau wilayah kabupaten atau kota berarti area yang dimaksud adalah area kantor bupati atau wali kota dan sekitarnya, yang umumnya dekat juga dengan alun-alun kabupaten atau kota.

Kalau wilayah provinsi berarti area yang dimaksud adalah area kantor gubernur dan sekitarnya. Galibnya, dekat juga dengan alun-alun provinsi. Kalau wilayah pusat, ya tentu saja area istana negara dan sekitarnya.

Istilah alun-alun, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah tanah lapang yang luas di muka keraton atau di muka tempat kediaman resmi bupati, dan sebagainya.

Tak terlihat adanya pengemis (dan pengamen)  di area alun-alun memang mengesankan bahwa area pusat pemerintahan bersih, tak terlihat kumuh, dan tak semrawut. Pemandangan seperti itu di pusat kota merupakan pemandangan yang didamba.

Dulu, area alun-alun menjadi tempat pengemis (dan pengamen) "berkarya". Sebab, alun-alun umumnya tersambung dengan banyak jalur. Sehingga, ada alun-alun yang diberi nama Simpang Lima karena ada lima jalur yang bermuara di alun-alun. Ada juga  Simpang Enam, Simpang Tujuh, dan simpang-simpang yang lain.

Dan, kadang di setiap muara jalur di alun-alun dipasang traffic light. Di area traffic light itulah yang biasa  dijadikan lokasi para pengemis (dan pengamen) menarik perhatian pengendara saat berhenti karena lampu menyala merah.

Benar, dulu setiap lampu merah menyala di traffic light alun-alun, pengemis (dan pengamen) selalu mendekat ke pengendara, baik pengendara motor maupun mobil. Pengemis mengiba-iba dan pengamen beraksi di sela-sela pengendara dengan musik dan suara yang diupayakan mengalahkan deru mesin.

Mereka, ada yang masih kanak-kanak, remaja, dan ada juga yang dewasa, bahkan lanjut usia (lansia). Entah mereka itu memiliki hubungan kerabat atau tidak, saya tak mengerti. Tapi, mereka terlihat begitu akrab. Satu dengan yang lain seperti saudara.

Kalau kini, bahkan sepertinya sudah satu dekade terakhir ini, pengemis (dan pengamen) tak kelihatan di lokasi traffic light alun-alun bukan tanpa sebab. Boleh jadi hal tersebut disebabkan oleh mereka (baca: pengemis dan pengamen) sudah diberi tahu oleh pihak yang berwenang tak boleh mengemis dan mengamen di area sentral tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline