Lihat ke Halaman Asli

Sungkowo

TERVERIFIKASI

guru

Ngerumpi Kebaikan Lebih Produktif

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ketika orang berkumpul selalu saja ada bahan yang dibicarakan. Bahan yang dibicarakan umumnya sesuai dengan konteks mereka. Apakah hal yang terjadi di sekitar mereka. Atau hal yang baru saja terjadi di antara mereka. Apakah hal yang dialami oleh salah satu di antara mereka. Atau dialami orang lain.

Orang-orang yang terlibat dalam pembicaraan belum tentu memiliki semangat yang sama. Mungkin ada yang begitu getol berbicara. Mungkin ada yang hanya diam sebagai pendengar yang manis. Mungkin ada bicaranya melebih-lebihkan. Mungkin ada juga yang bicaranya apa adanya. Ada perdebatan antarmereka. Atau satu sama lain saling menimpa. Sehingga keadaan itu menjadi riuh.

Hanya, umumnya yang diperbincangkan hal-hal yang kurang baik. Memperbincangkan hal negatif orang lain sering menjadi bahan perbincangan yang hangat. Apalagi jika di antara mereka ada yang tidak suka terhadap orang yang diperbincangkan, dapat dipastikan perbicangan semakin seru. Awalnya hanya fokus pada satu hal yang aktual, tetapi pada akhirnya dapat saja melebar ke hal-hal lain sekalipun hal-hal itu mungkin sudah kadaluwarsa. Tujuannya untuk menciptakan stigma terhadap orang yang dipergunjingkan.

Kelompok ibu lebih sering melakukan hal demikian jika dibandingkan bapak-bapak. Entah mengapa? Mungkinkah karena ibu-ibu lebih banyak punya waktu luang ketimbang bapak-abapak? Ataukarena kaum hawa lebih memiliki kemampuan berbincang-bincang daripada kaum adam. Kenyataan itu yang hingga sekarang terjadi. Di mana ibu-ibu berkumpul, di situ muncul bahan-bahan perbincanganseru. Ketika bersama-sama belanja di warung, ngumpul siang saat istirahat dari aktivitas rutin (memasak, mencuci, dan sejenisnya), saat berjumpa di kelompok arisan, ketika bareng-bareng ngantarkan anak sekolah, dan lain-lain. Kesempatan apa pun dapat menjadi media “rasan-rasan”. Ibu-ibu tidak kehabisan tema “ngerumpi”. Selalu saja ada bahan yang dibuat tema berbicara.

Disadari atau tidak, kenyataan itu dapat menjadi tempat bertumbuhnya sikap dan sifat buruk seseorang.Karena memungkinkan seseorang beromong besar. Memungkinkan seseorang semakin sentimen terhadap orang lain. Memungkinkan seseorang berprasangka yang bukan-bukan kepada sesama. Memungkinkan seseorang begitu mudah menghakimi sesama. Dan, masih banyak kemungkinan kurang baik lainnya yang dapat bermunculan.

Mengalihkan ke hal yang produktif

Maka, mengalihkan pada hal-hal yang positif tentu lebih bermanfaat. Ibu-ibu yang (memang) memiliki kelebihan dalam membentuk kelompok/paguyuban/perkumpulan, tentu sangat efektif. Mudah membentuk kelompok, baik formal maupun informal, memudahkan juga membangun diskusi-diskusi positif. Diskusi tentang gerakan sosial, kuliner, usaha-usaha kreatif, dan lain sebagainya jauh lebih berarti ketimbang mempergunjingkan kelemahan orang lain.

Bukan tidak mungkin ketika sama-sama mengantarkan anak sekolah di sekolah yang sama, ibu-ibu membentuk kelompok sosial, peduli lingkungan, peduli sesama, dan paguyuban tataboga, misalnya. Dari situ bisa jadi muncul berbagai usaha yang menguntungkan, baik secara fisik maupun psikis. Perberdayaan kaum hawa dapat ditempuh lewat hal-hal yang sepertinya sederhana.

Itu kontribusi positif ibu-ibu bagi masyarakat. Ibu-ibu dapat menjadi pembangun masyarakat. Ibu-ibu dapat menjadi penggerak dinamika masyarakat setempat. Sehingga masyarakat akhirnya lebih berdaya. Bukan mustahil suatu saat berubah ke masyarakat produktif dari konsumtif.

Karena sentuhan kreatif ibu-ibu, banyak pihak yang merasakan perbaikan dalam kehidupan mereka. Yang mulanya merasa kurang berguna, menjadi bermanfaat oleh karena ada aktivitas yang dilakukan. Yang dulunya merasa sendiri, kini memiliki sahabat yang mengajak berkegiatan. Banyak perubahan positif yang terjadi oleh karena kaum ibu berkumpul untuk menyaksikan hal-hal yang membangun kehidupan. Karenanya, “rerasan” hal produktif harus ditumbuhkan di kalangan ibu-ibu yang dalam perputaran hidupnya hampir-hampir bersinggungan dengan (maaf) urusan “ngerumpi”.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline