Lihat ke Halaman Asli

Saya Warga Bekasi, Akhirnya Mengerti Mengapa Bekasi Dibully...

Diperbarui: 25 November 2015   14:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Tol Bekasi | Foto: Kompascom - Kristianto Purnomo"][/caption]Tulisan ini tidak bermaksud menjelek-jelekkan Kota Bekasi. Tanpa tulisan ini pun Kota Bekasi masih jauh dari bagus.

Kira-kira hampir setahun lalu sebuah cuit tentang rusaknya kondisi sebuah ruas jalan di Kota Bekasi menjadi awal mula bullying massal terhadap daerah yang dulu merupakan bagian wilayah Betawi itu. Celotehan bernada menghujat atau menetawakan beredar di mana saja, lengkap dengan gambar maupun video yang membuat sebagian warga Bekasi merasa hancur hatinya. Kalau diumpamakan perusahaan, saham Bekasi pasti sudah amblas, PHK besar-besaran, dan tinggal menunggu putusan pailit dari Pengadilan Niaga. Semuanya akibat sentimen ultra negatif tersebut.

Sebagai warga Bekasi, saat itu saya tidak termasuk golongan yang merasa tersinggung atas bullying Bekasi. Bagi saya Jakarta sama buruknya karena tidak bisa memanfaatkan APBD yang begitu gemuk. Demikian pula beberapa daerah lain. Tetapi hari ini saya akhirnya mengerti mengapa mereka menyudutkan Bekasi.

Setidaknya saya punya alasan sendiri.

Kira-kira 9 malam saya meninggalkan kantor di kawasan Cibubur menuju rumah orangtua di Mustika Jaya, Bekasi. Yang saya pahami lewat Jalan Alternatif Cibubur-Cileungsi-Jalan Raya Narogong lebih dekat daripada jalur Jalan Raya Bogor-Kalimalang. Maka saya mengambil jalur pertama. Awalnya tidak ada yang membuat saya kesal kecuali truk-truk yang melintasi Jalan Raya Narogong dan ruas jalan yang rusak. Tetapi itu masih di wilayah Kabupaten Bogor.

Sampai di Pasar Bantar Gebang motor pun belok kanan tujuan Mustika Jaya. Jaraknya hanya sekitar 6 km. Setelah melewati perumahan Bumi Alam Hijau saya melihat petunjuk arah belok kiri ke tujuan saya. Saya sempat ragu-ragu lantaran jarang sekali lewat jalur ini, tetapi saya putuskan mengikuti arah tersebut.

Mulanya tidak ada yang janggal dari jalan yang saya lalui. Kondisi jalan mulus, cukup dilewati dua mobil, hanya saja minim penerangan. Saya mengikuti jalan yang paling besar sewaktu bertemu persimpangan dan semua itu terjadi begitu saja sampai saya menyadari 20 menit sudah habis dan belum juga menemukan ancar-ancar yang saya ingat. Balik arah tidak mungkin sebab sudah cukup jauh. Situasi ini diperburuk jalan yang sepi dan gelap sehingga sulit menemukan orang untuk bertanya. Sebetulnya saya masih bisa berharap pada teknologi, sialnya ponsel mati total. Dus, saya putuskan memacu motor lagi.

Lebih 30 menit akhirnya saya merasa mendapat petunjuk dengan melihat sebuah pabrik berpagar hijau. Untuk informasi, di Bekasi sangat penting mengingat ancar-ancar atau penanda, bisa bangunan, pohon dan sebagainya. Sebab, banyak jalan di Bekasi tampak sama satu dengan yang lain. Apalagi malam hari, kanan-kiri hanya pepohonan, warung kopi, gudang kayu, bengkel las serta kondisi gelap.

Rupanya dugaan saya salah. Terlalu banyak pabrik berpagar hijau, dan yang terlihat hanya mirip. Maka saya mencari papan reklame apa saja yang dapat memberi petunjuk. Namun juga nihil. Sampai saya akhirnya melihat pangkalan ojek dan bertanya arah.

"Ke sono, lurus aja, bang."

"Nggak belok-belok, bang?" kata saya, memastikan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline