[caption id="attachment_181847" align="aligncenter" width="356" caption="Jamkesmas/Kompasiana (wartakota.co.id)"][/caption] Bulan Mei di kecamatan kami akan diadakan pemotretan untuk E-KTP. Semua warga sudah mendapatkan undangan, dan dari undangan itu diberitahukan bahwa nantinya kalo mau ambil KTP yang baru harus punya KTP lama yang masih berlaku. Ada beberapa hal unik yang terjadi di kecamatan kami yaitu Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Hari Kamis kemarin saya mengantar ibu ke kecamatan untuk mengurus KTP nya yang hilang. Berkas-berkas untuk pengajuan pun sudah diserahkan ke kecamatan pada hari selasa dan diterima dengan baik, ibu saya pun mendapatkan undangan untuk proses pemotretan dan pencetakan. Pikir kami semua sudah beres, tinggal foto, cetak, dan pulang. Ternyata pagi itu yang antre untuk membuat KTP lumayan banyak. Karena ditunggu hingga hampir setengah jam belum juga tiba giliran difoto, ibu pun menyuruh saya pulang karena juga disitu ada tetangga yang juga mengantre. Kenapa ibu minta saya antar, karena memang ibu saya ga pernah mudeng urusan-urusan dengan lembaga/instansi pemerintah, jadi kalau mungkin nanti ada sesuatu yang beliau tidak mudeng, saya bisa menyelesaikannya. Berhubung waktu sudah mulai mendekati jam saya harus berangkat kerja, maka saya pun mengiyakan dan bergegas pulang. Dan.. proses pun berjalan. Sore harinya ibu bercerita sangat meriah, menceritakan semua kejadian yang terjadi selama seharian tadi. Ternyata ada berkas yang musti ibu urus di Kepolisian, yaitu Surat Keterangan Kehilangan. Cukup menarik juga saya dengarkan ceritanya karna seumur-umur ibu saya baru sekali itu masuk de kantor Polisi, dan ternyata tidak terjadi apa-apa dan dilayani dengan sangat baik. saya sedikit tersedak ketika mendengar ibu berkata "Aku tadi cuma suruh bayar enam ribu rupiah.. ". Karena penasaran maka saya tanyakan lebih detail dan ibu pun menceritakan semuanya. "Tadi aku cuma suruh bayar enam ribu, padahal semuanya suruh bayar dua belas ribu rupiah. Itu Lek Sinem (nama tetangga kami) malah suruh membayar Rp. 20.000,- karna tidak punya KARTU JAMKESMAS. Lek Mur (nama bulek saya) juga suruh bayar Rp. 20.000,- untuk denda karena KTP nya telat 2 bulan". Gemas juga mendengar cerita ibu, karna setahu saya proses membuat KTP itu sudah gratis.. kalaupun harus mengeluarkan dana, paling banter cuma Rp. 2000,- itu pun masuk ke kotak bertuliskan "SUMBANGAN SUKARELA". Lhah ini kok ada tarif? dan asal usul tarifnya kok bikin orang harus minum banyak air putih untuk mencegah stress dan darah tinggi? Apa aku sudah gila ini???!!! Tarif variatif dalam mengurus KTP sebenarnya sudah tidak lagi jadi masalah, karna sudah menjadi rahasia umum tentang bagaimana memang negeri ini dijalankan. Yang sangat menggelitik saya adalah KARTU JAMKESMAS kok jadi asal tarif bikin KTP? Secara nalar saja bukankah untuk memiliki kartu JAMKESMAS kita harus punya KTP? bukan sebaliknya. Denda karna KTP terlambat, memangnya ini samsat? Dengan kondisi masyarakat yang masih lugu seperti yang terjadi di kecamatan kami, Petugas minta berapapun pasti akan dikasih karena memang mereka tidak tahu dan tahunya itu memang uang yang harus dibayar kepada negara. IRONIS. Salam kompasiana :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H