Lihat ke Halaman Asli

Blunder Jokowi Pilih Kapolri Budi Gunawan

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

142102967346541112

[caption id="attachment_390258" align="aligncenter" width="364" caption="Foto dari harianterbit.com"][/caption]

Presiden RI ke 7 Ir Joko Widodo mendapat tantangan berat dalam memilih sosok kapolri baru pengganti Jenderal Sutarman yang akan segera pensiun oktober 2015. Dari stok jenderal bintang 3 yang ada di mabes polri, hampir semuanya mempunyai masalah. Nyaris tidak ada yang CLEAN dari isu korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Itu juga yang menjadi alasan mengapa Jokowi memilih Prasetyo sebagai Jaksa Agung, karena gak ada stok Jaksa eselon I yang benar-benar CLEAN.

Setelah menimbang-nimbang plus minus di antara para Jenderal bintang 3, akhirnya Jokowi memutuskan untuk merekomendasikan calon tunggal komjen (pol) Budi Gunawan sebagai kapolri pengganti Jenderal (pol) Sutarman. Sebagai informasi tambahan, pada tahun 2008, nama Budi Gunawan sempat ramai disebut-sebut di majalah TEMPO, sebagai salah satu jenderal pemilik rekening gendut dan mendapat transfer miliaran rupiah dari pihak berperkara. Namun tidak pernah ada follow up dari pihak berwajib atas LHA (Laporan Hasil Analisis) dari PPATK ini.

Pro kontra pun menyeruak. Para pakar, pengamat, politisi, birokrat sampai kompasianer mengeluarkan pendapat dan analisanya terkait pilihan ini.

Kompasianer Gunawan dari Medan menyatakan "Pilihan Jokowi sungguh tepat." Ketika saya tanyakan tepat di mana? Mas Gunawan menjawab "Jokowi tepat memilih Budi Gunawan lulusan terbaik akpol 1983. Jokowi kan presiden. Kalo Prabowo yang milih Budi Gunawan, itu tidak tepat. Prabowo kan hanya calon presiden. Lebih tidak tepat lagi kalo Fadli Zon yang milih Budi Gunawan, apa kata dunia?"

Kompasianer Gatot Swandito dari Cirebon menyatakan "Pilihan Jokowi tidak tepat." Ketika saya tanyakan tidak tepatnya di mana? Mas Gatot menjawab "Jokowi tidak tepat memilih Budi Gunawan, kabarnya dia punya rekening gendut, tapi koq perutnya gak gendut? Ini kan kabar yang gak sesuai dengan fakta. Hampir mirip dengan yang sempat ramai kemarin, dimana kompasianer (AS) mengatakan orang lain pembual, salah satu cirinya adalah maunya mengkritik tidak mau dikritik, lah ternyata AS-lah yang pembual, yang maunya mengkritik tidak mau dikritik. Malah keberatan dengan artikel saya dan minta yth admin kompasiana untuk menghapus tulisan tersebut, bukannya malah membuat artikel tanggapan atau tandingan supaya kita bisa diskusi lebih lanjut supaya lebih pintar, arif dan bijaksana."

Saya sendiri berpendapat bahwa Jokowi melakukan blunder dalam memilih Budi Gunawan sebagai calon kapolri baru. Blundernya di mana yah? Menurut saya, di sini ;

1. Blunder karena Budi Gunawan pernah menjadi ajudan mantan presiden Megawati Soekarno Putri yang juga ketua umum PDIP, pengusung Jokowi sebagai presiden RI ke 7. Mau gak mau, stempel bahwa Jokowi adalah boneka Megawati akan sulit hilang, dan pernyataan bahwa Jokowi disetir Megawati seperti mendapat ruang dan angin segar untuk pembenaran.

2. Blunder karena Budi Gunawan, Jenderal yang terhitung ganteng dengan kumis tebal rapi di atas bibir. Kebayang kan bagaimana gagah dan kerennya pria berkumis tebal? Dorce saja sampai kesengsem berat dengan mantan menpora Andi Malarangeng karena faktor kumis ini.

Saya kuatir jika punya kapolri seganteng Budi Gunawan, nanti banyak polwan yang gak fokus kerja, malah asik bisik-bisik dan tebar pesona di depan pak Kapolri. Ini hal sederhana, boleh dianggap becanda, boleh diseriusin oleh pihak berkompeten. Saya aja yang punya kumis tipis dan dompet tebal, banyak disukai gadis kinyis-kinyis dan wanita matang manggis, gimana dengan Budi gunawan yang kumisnya tebal, lebih tebal lagi dompetnya.

3. Blunder kenapa merekomendasikan hanya 1 orang ke DPR RI. Nanti kalo DPR RI yang dikuasai oleh koalisi merah putih menolak komjen Budi Gunawan bagaimana? Apa gak malu reputasi Jokowi, juga Budi Gunawan. Idealnya kalo ada pemilihan, atau kontes-kontesan, peserta lebih dari 1, jadi pemilih diberikan keleluasaan memilih 1 yang terbaik, dan yang tidak terpilih bisa legowo. Calon pimpinan KPK yang diajukan ke DPR RI saja ada 2, masa calon kapolri hanya 1.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline