Lihat ke Halaman Asli

Jurus Pendekar Mabuk Jokowi dan Denny Indrayana

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1422932057538916281

[caption id="attachment_394618" align="aligncenter" width="288" caption="Foto dari bbm sonny"][/caption]

Gugatan Praperadilan yang diajukan komjen pol Budi Gunawan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penetapan Tersangka oleh KPK yang cacat prosedur batal digelar kemarin, karena pihak tergugat (KPK) tidak hadir tanpa alasan yang jelas.

Di PN Jakarta Selatan sendiri sudah ramai dihadiri oleh pihak-pihak yang berkepentingan terkait gugatan praperadilan tersebut, baik penggugat, media, pengamat, sampai rakyat yang gak jelas. Juga hadir pihak-pihak yang kepo untuk melihat secara LIVE suasana persidangan yang dijaga ratusan polisi demi terciptanya keamanan dan kenyamanan selama persidangan gugatan praperadilan. Tamu-tamu tak diundang juga berdatangan, yaitu copet.

Dari beberapa sosok yang terlihat hadir di PN Jakarta Selatan, saya melihat seorang sosok familiar yang juga hadir di sana. Entah apa kepentingannya berada di PN Jakarta Selatan, yang pasti ia tidak pernah jauh berdiri dari kamera wartawan, sehingga mau gak mau membuat wartawan jadi sering mewawancarainya.

Prinsipnya sederhana saja bagi wartawan "Daripada susah-susah mencari nara sumber dan harus mengatur waktunya yang padat dan membayar mahal atas opini nara sumber tersebut dalam suatu sesi wawancara, mending wawancara nara sumber yang ada di sekitar, bisa diwawancara kapan saja dan gratis." Sosok nara sumber yang mendekati dan ternyata pas dengan kriteria ini, jatuh ke sosok Prof DR Denny Indrayana, (katanya) pakar hukum dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Denny Indrayana beberapa kali mengeluarkan pernyataan seksi terkait gugatan praperadilan BG ke KPK, yaitu "Dasar hukum yang diajukan Budi Gunawan untuk mengajukan praperadilan, tidak ada. Seperti jurus pendekar mabuk."

Perkataan Denny Indrayana tentang Pendekar Mabuk ini, setelah saya pikir-pikir dan renungkan dalam-dalam, koq pas mantab dengan sosok Denny Indrayana sendiri.

Yes, pendekar mabuk itu, contoh paling nyata adalah pendekar hukum dari UGM Prof DR Denny Indrayana. Denny Indrayana ini terkenal akan inkonsistensinya, terhadap satu situasi dan kondisi terkait hukum, pendapatnya sering bertolak belakang. Persis orang mabuk.

Apa premis-premis yang mendukung klaim dan kesimpulan saya bahwa pendekar mabuk itu adalah Denny Indrayana? Rekan-rekan pembaca mau tahu? Beneran mau tahu? Yuk kita cek sama-sama. Cekidot ;

1. Sewaktu jadi aktivis, Denny Indrayana mengatakan epicentrum korupsi di Istana. Setelah ditarik presiden SBY ke istana, karena terus mengkritik SBY dan istana di setiap kesempatan (dalam demo jalanan, tulisan koran dan wawancara TV), Denny Indrayana lupa di mana epicentrum korupsi. DI tidak pernah melaporkan atau membongkar satupun korupsi di lingkungan istana.

2. Sewaktu jadi sekretaris pemberantasan mafia hukum, SBY diyakinkan bahwa DI adalah sosok yang tepat memimpin pemberantasan korupsi di Indonesia. Sampai satgas dibubarkan karena tidak ada hasil kerja yang signifikan kecuali menambah pengeluaran negara a.k.a pemborosan, mafia hukum malah makin marak, makin sulit diberantas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline