Lihat ke Halaman Asli

Tragedi Pengantin Berdarah (CFBD)

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1345435766500713354

Tragedi Pengantin Berdarah [ CFBD ]

Oleh : Pak De Sakimun No.29

Meskipun berada di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi, warga kecamatan Gunung Kerinci (sekarang Kecamatan Kayu Aro)80 % Suku Jawa. Perusahaan Perkebunan Teh eks Perusahaan Belanda yang dulu bernama NV HVA ( Namlodse Venotchaaf Handle Veriniging Amsterdam), kini bernama PTP Nusantara VI Kayu Aro. Perkebunan teh yang luasnya lebih dari 3000 Ha ini didirikan oleh Belanda pada tahun 1932 setelah sebelumnya ditanami teh pada tahun 1929.

Buruhnya dulu mengambil dari Jawa, kontrak lima tahunan, setelah lima tahun maka akan dikembalikan lagi ke Jawa untuk ditukar dengan buruh yang lain. Namun lantaran kebutuhan hidupnya selalu tercukupi maka banyak buruh yang kerasan, tidak mau pulang kembali ke tanah Jawa. Inilah kenapa Kecamatan Kayu Aro warga masyarakatnya mayoritas ber suku Jawa.

Alhasil segala sesuatunya di Kecamatan Kayu Aro mirip di Jawa, mulai kesenian, bahasa yang dipergunakan sehari-hari hingga tradisinya mirip di Jawa. Mengapa saya katakan mirip karena tidak sama persis yang ada di Jawa. Umpamanya upacara pengantin yang mirip di Jawa, dari sarana hingga pelaksanaannya sepertinya agak dipaksakan atau dimirip-miripkan seolah-olah persis dari daerah asalnya di Jawa.

Kakek saya berasal dari Gombong Banyu Mas menjadi buruh kontrak NV.HVA sejak tahun 1937, hingga beranak cucu belum pernah pulang ke tanah Jawa.

Ketika saya menjadi pengantin pun upacaranya juga memakai tradisi Jawa. Hiburannya Wayang Kulit dan Orkes Keroncong. Cukup meriah, tamunyapun mbludak maklum mertua saya bekas orang terpandang (hehehe...bekas lho)pernah bekerja di Rumah Sakit Perusahaan tersebut. Dan ditambah lagi kebetulan kami (saya dan isteri) keluarga besar seni. Ayah  isteri saya bekas pemain band Rumah Sakit Kayu Aro, pemegang bass pada Ereska Nada Band, Ereska = R S K A atau Rumah Sakit Kayu Aro.

[caption id="attachment_194299" align="aligncenter" width="500" caption="Ereska Nada Band (grup band RSKA/ Rumah Sakit Kayu Aro)"]

1345563700879433288

[/caption]

Isteri saya seorang biduan Orkes Keroncong Bina Nada, orkes keroncong binaan Bapak Juwono seorang TNI yang ditugaskan untuk membina desa yang akrab disebut Babinsa (Bintara Pembina Desa). Maka ketika membentuk orkes keroncong diberinama OK.Bina Nada. Salah satu biduannya adalah isteri saya (hehehe artis lho).

[caption id="attachment_194063" align="aligncenter" width="500" caption="Biduan Orkes Keroncong BINA NADA, artis nih ye....hehehe.....hingga sekarang masih mendampingi saya..."]

13454362321907429079

[/caption]

Dan Pak Lik Suparman (Pak Liknya isteri saya) juga seorang violis handal dan mempunyai organisasi orkes keroncong juga yang bernama OK.Panca Nada. Dan saya sendiri anggota karawitan kesenian wayang kulit dibawah asuhan Bapak M.Ali Warsono Wiryo Atmojo organisasinya bernama MERAK (Memayu Rahayuning Kagunan). Maka pesta pernikahan kami memang sangat meriah, malam minggu hiburannya wayang kulit dalangnya Bapak M.Ali Warsono Wiryo Atmojo dan Bapak Ki Sutarmin, waranggananya Bu Surati. Hari Minggu siangnya disambung OK.Bina Nada pimpinan Bapak Juwono. Malam seninnya disambung oleh OK. Panca Nada asuhan Pak Lik Suparman. Semua adalah sumbangan organisasi.......jadi.....gratis tis.

[caption id="attachment_194064" align="aligncenter" width="500" caption="Orkes Keroncong BINA NADA itu"]

13454366131897682840

[/caption]

[caption id="attachment_194066" align="aligncenter" width="500" caption="Rombongan anggota OK BINA NADA foto bersama"]

1345437360300663883

[/caption]

Kok judulnya pengantin berdarah ?......sabaaaaarrr....kalau ada yang berdarah-darah kok mesti semangat.....nanti juga kan sampai pada inti ceritanya. Sabar ya, baca terus sampai tuntas...hehehe.

Banyak Kompasianer yang penasaran sama saya, terutama Mas Gangsar Mangkasaro yang menantang saya agar saya jangan bersembunyi pada gambar Werkudara (Bima). Nah untuk menyambut tantangan Mas Gangsar tersebut, dalam postingan ini bakal ada penampakan foto diri saya...hahahahaha. Baca terus Mas Gangsar.

[caption id="attachment_194065" align="aligncenter" width="500" caption="Berjabat tangan bukan bermaafan karena Lebaran, tetapi......."]

13454369821906480788

[/caption]

Meskipun katanya upacara adat (mungkin tepatnya tradisi) Jawa, tapi kami tidak memakai pakaian lengkap seperti layaknya pengantin Jawa, asal mirip-mirip sedikit, pakai blangkon tapi pakai jas (jas pinjaman maka kekecilan) nggak pakai perlengkapan lainnya seperti keris dan lain sebagainya.  Malah terkadang kacau, pakai bebet tapi pakai jas dan peci....hehehehe.

[caption id="attachment_194067" align="aligncenter" width="600" caption="Para tamu dengan background panggung kesenian Wayang Kulit, nggak ada yang pakai blangkon kecuali hanya dalangnya"]

13454378641304954297

[/caption] [caption id="attachment_194068" align="aligncenter" width="500" caption="Ki Sutarmin bersama waranggana Nyi Surati, Nyi Marsinem dan Nyi Wagiyah sedang beraksi "]

1345438147440990028

[/caption]

Oh ya maaf, hampir lupa tentang insiden berdarah yang disebut dalam judul ini. Sabar.....kita tampilkan dulu foto-foto ritual upacara pengantin dulu.

Sebelum pada tahapan upacara temon dan lain sebagainya, sehari sebelumnya dilaksanakan terlebih dahulu upacara pernikahan atau ijab kabul yang dilakukan dihadapan Bapak Mat Rusin sebagai Kadli atau P3NTR. Sebagai maharnya saya hanya membayar uang Rp 500,- (lima ratus rupiah). Biduan keroncong kok hanya dibeli 500 rupiah, hahahahahaha.

[caption id="attachment_194071" align="aligncenter" width="500" caption="Perpaduan pakaian yang aneh, jarik (kain panjang) dikombinasi dengan kopiah...hahaha. Dan riasannya pengantin itu lho yang sangat menarik kayak cepet...hehehe "]

1345438826249597573

[/caption] [caption id="attachment_194072" align="aligncenter" width="480" caption="Duduk bersanding, yang satu sedih lantaran melihat sebelahnya mrengut apa ngantuk ya...hehehe"]

134543912863673783

[/caption] [caption id="attachment_194073" align="aligncenter" width="500" caption="Meskipun lapar, namun tetap ditahan makan nasi kuning beserta srundeng dan lauk pauk yang lainnya, sesuap jadilah untuk syarat saja kok...."]

1345439361165017518

[/caption] [caption id="attachment_194075" align="aligncenter" width="500" caption="Gaya pakaian apa ya, kata orang pakaian selayar, entahlah kurang tahu saya yang penting....ciluuuuukkk....baaaaa "]

1345439776880553442

[/caption] [caption id="attachment_194076" align="aligncenter" width="640" caption="Berkat doa para tamu inilah, rumah tangga kami bisa langgeng hingga tulisan ini ditulis. Benar-benar menjadi kaken-kaken dan ninen-ninen"]

1345440101417228653

[/caption]

Dalam upacara pengantin, dulu yang mendukuni (pengantin kok ada dukunnya) dan merias secara tradisional adalah Mbah Dukun, biasanya hanya untuk syarat saja dia yang mengerik bulu-bulu halus atau anak rambut di sekitar kening setelah itu riasan selanjutnya ada juru rias tersendiri.

Dukun nganten yang terkenal didaerah saya namanya Mbah Klino. Orangnya (memang harus) lucu, suka nginang atau makan sirih. Jadi terkadang susurnya nggak pernah lepas terselip dibibir kanan atas. Buntalan yang berisi daun sirih, gambir, pinang, kapur dan kecohnya tidak pernah lupa.

Kembali ke ritual temon, ketika setelah upacara temon pengantin berdua digendhong (cuma ecek ecek, masak digendong beneran) didudukkan di sebuah tempat yang sudah disediakan dengan diberi alas jarik (kain panjang). Nampaknya mau disuruh makan, sebab ada satu piring nasi kuning dengan berbagai hiasan janur serta lengkap lauk pauknya.

Namun sebelum acara dulangan saling menyuap dilaksanakan, Mbah Dukun terlebih dahulu membacakan jampi-jampi atau mantera entah apa yang diucapkan setelah itu menyuwuk ke dua pengantin. Apakah di Jawa ada juga pengantin yang disuwuk, saya tidak tahu.

Kepala saya dipegang ditundukkan oleh Mbah Dukun dan langsung disuwuk , maksudnya  sambil membaca mantera atau jampi-jampi ubun-ubun saya dihembus....dan.....wusss...wusss...wrufftt.....bukan angin yang keluar dari bibirnya tetapi cairan merah yang meleleh dari ubun-ubun saya hingga ke kening. Cairan merah dubaaaaaang......(air ludah bercampur getah sirih). Rupanya Mbah Klino lupa bahwa dia sedang nginang. Seharusnya meludah dulu ke luar sebelum menyemprot eh sebelum menyuwuk saya.

Saya pun menjadi tertawaan orang-orang yang menyaksikan, ada yang nyeletuk " Heee...mantene getihen bathuke" (Heee pengantinnya berdarah keningnya).

Itulah tragedi..... maksud saya insiden berdubang bukan berdarah yang menjadi kenangan dalam hidup saya. Hehehehehe....

*****

Sol Sel, 20 Agustus 2012 Pak De Sakimun Catatan : kecoh = alat penumbuk  daun sirih bagi yang giginya tidak mampu mengunyah dubang = cairan merah hasil dari memakan sirih susur = tembakau pembersih dubang pada bibir atau mulut suwuk = menghembus kepala atau ubun-ubun dengan disertai mantera




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline