Lihat ke Halaman Asli

Awas, Hati-Hati Dengan Penulis "Gila(ng)" Ini!

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Penulis gila? Yah saya mengatakan penulis ini sebagai penulis “gila”. Sangat fenomenal, baru dua bulan menjadi Kompasianer namanya langsung melejit dan berhasil memposting ratusan tulisan. Padahal konon usianya masih sangat muda, namun tulisannya bisa membuat pembaca tercengang, kagum membacanya. “Gila” dalam satu hari ia bisa memposting tulisan minimal satu hingga lima tulisan. Kecerdasannya, bahasanya, dan wawasannya sungguh tidak diragukan lagi, mengingatkan saya pada sosok idola yang saya kagumi. Meskipun tidak mungkin dipersamakan. Siapakah penulis yang saya sebut diatas, pembaca sudah bisa menebak.

Namun disini saya bukan hendak mengulas tentang penulis tersebut. Maaf jika tulisan ini tidak ada hubungannya dengan judulnya. Marilah langsung saja pada paragraf berikut.

Hiruk pikuk tentang Lady Ga Ga (lho masih Gaga lagi, Gaga lagi) mengingatkan saya akan perstiwa 22 tahun yang lalu. Meskipun kasusnya berbeda tapi ada kemiripannya, yakni tentang (di)campur aduknya antara entertainment dengan agama.

Masih ingatkah peristiwatahun 90-an yang sempat membuat tergelincirnya seorang jurnalis kawakan ke dalam bui lantaran didakwa menodai agama?

Arswendo Atmowiloto, panggilan akrabnya Mas Wendo. Mas Wendo terkenal sebagai seorang yang bertangan dingin. Banyak menghasilkan karya tulis yang bermutu dan bestseler,karya- karyanya itu antara lain Senopati Pamungkas, Canting dan Menghitung hari (ini ditulis ketika dia berada dalam penjara) dan masih banyak lagi.

Mas Wendo pernah menjadi pemimpin redaksi sebuah tabloid yang sebelumnya kembang kempis dikelola oleh TVRI. Tabloid hiburan MONITOR. Namun ditangan Wendo tirasnya langsung melejit hingga 200 ribu-an eksemplar dan bahkan terakhir mencapai 700 ribuan lebih. Pembacanya atau lebih tepatnya pembelinya banyak dari kalangan orang kurang mampu yang diiming-imingi mimpi-mimpi indah yakni ingin mendapatkan uang tanpa bersusah payah dengan cara membeli kupon-kupon judi buntut.

Tabloid Monitor terkenal dengan kode-kode judi buntut dan menampilkan gambar-gambar yang mengumbar “sekwilda” dan “bupati”. Itulah mengapa Tabloid Monitor laris bak kacang goreng (kok selalu kacang goreng yang laris ).

Ketika pembaca mulai jenuh oplahnya semakin menurun, timbullah ide brillian Mas Wendo. Untuk mengatrol pembaca atau pembeli, Mas Wendo membuat jajak pendapat atau angket untuk memilih tokoh yang menjadi idola. Pembaca boleh bebas memilih tokoh idolanya sesuai keinginannya yang ditulis di kartu pos dan dikirim ke redaksi Tabloid Monitor.

Lebih 33 ribu kartu pos yang dikirim pembaca dengan berbagai macam pilihan, tidak kurang dari 600 nama yang menjadi pilihan pembaca. Ada yang memilih Presiden Sukarno sebagai pilihannya, ada Presiden Suharto, ada yang memilih pelawak, artis, menteri bahkan ada yang memilih suami atau isterinya sendiri sebagai idolanya.

Pilihan terbanyak jatuh pada Presiden Suharto dan mendapat urutan pertama. Selanjutnya, nah disinilah awal tergelincirnya Arswendo Atmowiloto. Dia terlalu jujur atau ada unsur kesengajaan, diluar dugaan ternyata pembaca ada yang memilih Nabi Muhammad SAW sebagai idolanya dan celakanya Nabi Muhammad SAW mendapat urutan jauh dibawah Suharto yakni pada urutan 11. Lebih celaka lagi ternyata diatas Nabi Muhammad SAW yakni pada urutan ke 10 diduduki oleh pemimpin redaksi Tabloid Monitor itu sendiri yakni Arswendo Atmowiloto.

Selanjutnya Tabloid Monitor memuat hasil poolingnya diawali urutan ke satu Presiden Suharto, kedua..., ketiga,.keempat dan seterusnya...hingga kesepuluh ditempati oleh Arswendo Atmo Wiloto dan yang mendapat ranking 11 adalah Nabi Muhammad SAW.

Pooling yang diadakan Tabloid Monitor itu diannggap melukai umat dan menodai agama. Umat muslim di Jakarta dan dikota-kota besar lainnya sangat reaktif, marah. Alhasil terjadi demonstrasi dimana-mana, kantor redaksi Monitorpun menjadi sasaran kemarahan warga. Dimana-mana terdengar teriakan-teriakan “Bakar Wendo, gantung Arswendo Atmowiloto”.

Arswendo menyadari kesalahannya, meskipun niatnya bukanlah ingin menyakiti umat Islam. Akhirnya Mas Wendo minta maaf, khususnya kepada kaum muslimin sebelum akhirnya dia diganjar hukuman 5 tahun penjara.

Maaf Mas Wendo saya tidak bermaksud mengungkit-ungkit masa lalu yang telah terpendam dan dilupakan. Ini hanya sebagi ilustrasi belaka. Sekali lagi mohon maaf.

Saat itu sangat beragam reaksi warga atau umat muslim menanggapi peristiwa itu. Ada yang sangat reaktif, ada yang datar-datar saja, ada yang cuek bebek dan ada yang bagi saya sangat mengesankan menanggapi kejadian itu.

Diantaranya adalah tanggapan dari orang yang sangat bijaksana meskipun terkenal sangat kritis. Namun kekritisannya adalah demi rakyat kecil yang tertindas dan termarginalkan.

Emha Ainun Nadjib atau akrab dipanggil Cak Nun. Seperti apa tanggapan Cak Nun ketika Nabi Muhammad SAW mendapat hinaan dari Tabloid Monitor. Inilah tanggapan Cak Nun.

Tidak persis seperti yang diucapkannya tapi kurang lebih begini :

“ Kenapa kita harus marah Nabi Muhammad ditempatkan pada urutan nomor 11. Bahkan diurutan 100 pun saya tidak marah” ujar Cak Nun yang terkenal sebagai Budayawan, Sastrawan, Cendekiawan juga Agamawan.

“ Saya”, sambung Cak Nun yang juga disebut sebagai Kiai Mbeling itu “ Justru marah dan sedih jika Nabi Muhammad ditempatkan pada urutan nomor 1, itu namanya pelecehan terhadap umat Islam” katanya . Nah ini, berbeda kan pendapat Cak Nun dengan yang lain.

“ Mengapa saya berpendapat seperti itu” masih tutur Cak Nun
“ Pertama, yang membuat angket atau jajak pendapat itu tabloid apa?”
“ Kan hanya tabloid hiburan, yang gambar-gambarnyapun banyak mengumbar aurat !”

“ Apa tidak aneh, yang mereka baca bacaan yang memancing birahi, lalu yang diidolakan Nabi Muhammad SAW”

“Marilah kita berfikir secara jernih, dengan kepala dingin, jangan membabi buta penuh emosi dan kebencian”

Inilah sekilas yang saya ingat tentang tanggapan Emha Ainun Nadjib menanggapi kasus Tabloid Monitor pada tahun 90-an itu. Sementara yang lain merespon dengan parang dan garang, dengan cadas dan keras, dengan benci dan caci maki, dengan hujat dan laknat. Sedangkan Cak Nun menanggapi dengan cerdas dan bernas, dengan arif dan bijaksana, dengan hati sertahati-hati.

Meskipun berbeda dengan kasus Lady Ga Ga, menurut saya ada kemiripannya. Lady Ga Ga kan sekadar hiburan, penontonnyapun terbatas, tidak mewakili umat islam. Ah sudahlah, semoga kasus Lady Ga Ga dan Tabloid Monitor pada tahun 90 an itu bisa menjadi pelajaran kita bersama.

Semoga banyak Cak Nun-Cak Nun bertebaran dan bisa menjadi penyiram rumput rumput kering yang rawan percikan api.

Saya rindu sosok Emha Ainun Nadjib.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline