Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Kadang Manusia Bisa Menjadi Seperti Hewan?

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14185219972082952946

[caption id="attachment_341168" align="aligncenter" width="620" caption="Edit pri"][/caption]

Judul di atas saya cuplik dari salah satu kalimat pada paragraf pertama tulisan almarhumah Istanti yang ia tulis pada tahun 2010.

Berikut paragraf tersebut :

Manusia dilahirkan dengan suatu anugerah yang sangat luar biasa, yang membedakannya dari hewan ataupun jenis ciptaan Tuhan yang lainnya. Manusia dikaruniai pikiran yang jelas dan jauh lebih baik dibandingkan makhluk lainnya. Manusia memiliki hati nurani dan perasaan. Tapi mengapa kadang manusia bisa menjadi seperti hewan ya??? Yang tidak memiliki perasaan malu, tega membunuh sesama, dan lain sebagainya. Kita sering melihat bahkan mungkin di sekitar kita sendiri ada orang yang seperti itu. Tidak salah juga kalau ada sebutan hewan lebih memiliki hati nurani daripada manusia. Dalam keluarga hewan saling melindungi satu sama lain, sedangkan manusia ? sering kita melihat pembunuhan anak oleh bapaknya, atau lainnya. Ya memang tidak semua manusia seperti itu. Tetapi perlu juga kita belajar tentang kehidupan dari hewan yang juga sama-sama makhluk Tuhan. Semua kembali kepada diri individu masing-masing dengan meningkatkan kualitas moral kita.

Saya tak hendak mengulas atau meresensi tulisan almarhumah Istanti tersebut. Ada dua tulisannya yang senada(“Dunia dan pikiran manusia” dan “Berbuat dan berkata-kata”), Kedua-duanya ditulis pada 16 Oktober 2010, yakni tentang bagaimana sikap manusia terhadap manusia lainnya. Tak disangka ternyata empat tahun kemudian hal itu menimpa dirinya. Takdir.

Saya hanya ingin mengucapkan bela sungkawa kepada korban dan menanyakan hukuman apakah yang layak dijatuhkan pada pelaku pembunuhan yang keji dan biadab tersebut.

Manusia (makhluk hidup) pasti akan mati. Tak pandang usia; tua, muda, remaja, bahkan bayi masih dalam kandungan sekalipun, jika Tuhan menghendaki pasti akan mati, dengan cara dan waktu yang berbeda. Kita tidak dapat mengelak apalagi menolak. Namun, kita juga tidak tahu seperti apa yang disebut ‘mati kersaning Allah’(wajar).Apakah semua bentuk kematian itu sudah ‘kersaning Allah’? meskipun—menurut pandangan umum—tidak wajar.

Istanti dilenyapkan nyawanya secara tidak wajar. Lantas, hukuman apakah yang layak dijatuhkan kepada pembunuh Istanti? Hukuman mati? Ah jangan! itu berarti melanggar HAM. Apakah pantas si pembunuh dihukum 20 tahun penjara? Itupun masih terlalu berat dibanding dengan perbuatannya membunuh yang hanya memakan waktu tidak lebih dari satu jam, dan ia pun sudah meminta maaf setelah membunuh. Menurut pendapat saya pembunuh Istanti cukup dihukum 1 (satu) hari kurungan saja. Satu hari kurungan? Ya, satu hari dikurung dalam ruang hampa udara. Itu baru adil atau sesuai karena, ia membunuh Istanti dengan cara membekapnya. Dengan hukuman itu, ia akan merasakan apa akibatnya jika tidak menghirup oksigen, tidak usah sampai satu hari, cukup satu jam saja!

Selamat jalan Istanti, semoga diterima di sisiNYA.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline