Lihat ke Halaman Asli

Cahyadi Takariawan

TERVERIFIKASI

Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Bertahan Saat Memasuki Lima Tahun Pernikahan

Diperbarui: 24 Januari 2025   06:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.pexels.com/

"Memasuki tahun kelima pernikahan, pasangan suami istri harus semakin menguatkan komitmen untuk bertahan. Karena sudah mulai muncul banyak kekecewaan" --Cahyadi Takariawan, 2025.

Ketika pasangan suami istri menapaki usia lima tahun pernikahan, mereka tengah berada dalam masa peralihan dari fase romantic love menuju fase distress atau disapoinment. Ini adalah fase "bulan madu yang telah berlalu". Mereka harus berupaya sesegera mungkin melewati fase distress yang sangat melelahkan ini.

Tahun kelima adalah fase di mana biasa muncul kekecewaan antara suami dan istri. Mulai merasa ada banyak harapan yang tidak menjadi kenyataan, bahkan mulai merasakan "penderitaan". Pernikahan yang awalnya indah mengesankan, kini berubah menjadi menjengkelkan.

Pada masa peralihan fase seperti ini, yang harus mereka kuatkan adalah komitmen kebersamaan. Karena peralihannya teramat drastis. Dari kondisi romantic love atau bulan madu "di awan biru -- tiada yang mengganggu"; menjadi kondisi saling kecewa. Kenyataannya, sebagaimana diungkap oleh Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, lebih dari 80% perceraian di Indonesia terjadi pada usia pernikahan di bawah 5 tahun.

Mereka harus berjuang memupuk komitmen untuk bertahan. Komitmen dalam pernikahan adalah ukuran seberapa besar kecenderungan suami / istri untuk menjaga dan melanjutkan hubungan dengan pasangannya, memandang masa depan bersama pasangan, dan seberapa kuat kelekatan psikologis satu sama lain. Komitmen juga menjelaskan adanya kegigihan untuk terus bersatu menjaga keutuhan rumah tangga.

Komitmen dalam pernikahan membantu kita untuk mengerti mengapa ada orang yang bertahan dalam pernikahan walaupun merasa disakiti. Mengapa bertahan padahal kondisi pasangan tak sesuai harapan? Mengapa bertahan padahal kehidupan pernikahan tak membahagiakan? Mungkin orang lain akan bertanya-tanya, "mengapa mereka tidak berpisah saja?"

Alasan Bertahan

Apa alasan untuk tetap bisa membangun komitmen pada saat melewati fase distress-nya pernikahan? Tentu yang paling utama adalah visi, tujuan dan motivasi yang telah mereka canangkan sejak sebelum menikah. Untuk apa menikah? Mengapa menikah? Mau dibawa ke mana keluarga  setelah menikah? Ini adalah sejumlah pertanyaan, yang jawabannya mencerminkan visi serta motivasi pernikahan.

Bagi insan beriman, tujuan pernikahan dan hidup berumah tangga adalah meraih ridha Allah dan menggapai surgaNya. Tidak hanya bersenang-senang dan menyalurkan hasrat kemanusiaan, namun ada tugas peradaban yang membuat pernikahan dan keluarga memiliki nilai sakral. Komitmen memerlukan pemaknaan yang mendalam, di mana suami dan istri memiliki harapan yang lebih besar dari dirinya sendiri.

Jika pernikahan dipandang semata-mata kebutuhan pribadi seseorang, maka sangat mudah untuk memutuskan selesai. Ketika merasa disakiti, ketika merasa hapan tak terealisasi, sangat mudah menyatakan "kita berpisah saja". Namun ketika memberikan makna yang lebih besar dari diri sendiri, pernikahan akan diperjuangkan dan dipertahankan. Tak mudah menyerah dan merasa kalah.

Maka penting bagi pasangan suami istri untuk menemukan sebanyak mungkin motivasi dan alasan untuk semakin menguatkan komitmen di usia lima tahun pernikahan. Mereka harus berusaha memupuk harapan yang lebih besar dari diri mereka sendiri sehingga memandang pernikahan tidak sekedar kebutuhan individu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline