Lihat ke Halaman Asli

Cahyadi Takariawan

TERVERIFIKASI

Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

H-1 Menuju Tanah Suci

Diperbarui: 29 Oktober 2024   05:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.pexels.com/

Perjalanan umrah adalah rangkaian ibadah sejak dari berangkat dari rumah hingga kembali ke rumah. Oleh karena itu, proses menunaikan ibadah umroh dari keberangkatan sampai kepulangan harus berada dalam ketaatan beribadah.

Di antara faktor penentu ibadah adalah niat. Untuk apa dan alam rangka apa suatu ibadah dilakukan? Inilah pentingnya menetapkan, meluruskan, membersihkan dan menjaga niat ikhlas karena Allah dalam setiap ibadah.

Nabi saw telah menyatakan bahwa setiap amal tergantung niatnya. Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh 'Umar bin Al-Khattab, bahwa ia mendengar Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju" (HR. Bukhari dan Muslim).

Hendaknya setiap jamaah umroh menetapkan niat yang lurus, bersih dan benar; bahwa umroh dilakukan semata-mata karena Allah. Barangsiapa menjalankan umroh karena Allah, mereka akan mendapatkan ridha, rahmat dan ampunan Allah.

Niat itu bukan soal ucapan lisan; namun soal motivasi di dalam hati. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, "Niat itu letaknya di hati berdasarkan kesepakatan ulama. Jika seseorang berniat di hatinya tanpa ia lafalkan dengan lisan, maka niatnya sudah dianggap sah berdasarkan kesepakatan para ulama" (Majmu'ah Al-Fatawa).

Misalnya, seorang jama'ah umroh dari Indonesia, berniat dalam hati bahwa dirinya akan menjalankan umroh Lillahi Ta'ala, tanpa lafal atau ucapan, itu sudah dianggap sebagai niat. Karena niat letaknya di dalam hati.

Selanjutnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, "Siapa saja yang menginginkan melakukan sesuatu, maka secara pasti ia telah berniat. Semisal di hadapannya disodorkan makanan, lalu ia punya keinginan untuk menyantapnya, maka ketika itu pasti ia telah berniat.

"Demikian ketika ia ingin berkendaraan atau melakukan perbuatan lainnya. Bahkan jika seseorang dibebani suatu amalan lantas dikatakan tidak berniat, maka sungguh ini adalah pembebanan yang mustahil dilakukan. Karena setiap orang yang hendak melakukan suatu amalan yang disyariatkan atau tidak disyariatkan pasti ilmunya telah mendahuluinya dalam hatinya, inilah yang namanya niat" (Majmu'ah Al-Fatawa).

Inilah pentingnya niat. Jangan sampai menjalankan umroh hanya untuk mencari gelar, pujian atau penghormatan dari manusia. Kita berlindung dari niat seperti itu.

Anas bin Malik ra telah mengingatkan kita semua akan bahaya niat yang rusak dan salah. Anas menyatakan, "Barangsiapa menuntut ilmu hanya ingin digelari ulama, untuk berdebat dengan orang bodoh, supaya dipandang manusia, Allah akan memasukkannya dalam neraka" (Riwayat Tirmidzi, no. 2654 dan Ibnu Majah, no. 253).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline