Islam adalah agama yang sangat memberikan porsi perhatian terhadap kesehatan mental. Sangat banyak ajaran yang apabila benar-benar dipraktikkan dengan baik, akan menjadi penjaga kesehatan jiwa manusia.
Sebuah contoh kecil saja, Nabi saw mendorong kita untuk menghilangkan segala hambatan fisiologis atau psikologis yang mengurangi kemampuan kita untuk fokus pada Allah.
Oleh karena itu, Nabi saw mengajarkan kita untuk tidak melaksanakan shalat ketika makanan telah disajikan, atau ketika kita perlu buang air. Dari 'Aisyah, ia mendengar Rasulullah saw bersabda, "Tidak ada shalat ketika makanan telah dihidangkan, begitu pula tidak ada shalat bagi yang menahan (kencing atau buang air besar)" (HR. Muslim no. 560).
Dalam hadits dari Anas bin Malik disebutkan, bahwa Nabi saw bersabda, "Jika makan malam telah tersajikan, maka dahulukan makan malam terlebih dahulu sebelum shalat Maghrib. Dan tak perlu tergesa-gesa dengan menyantap makan malam kalian" (HR. Bukhari no. 673 dan Muslim no. 557).
Dari hadits di atas, sebagian ulama menyatakan shalat saat makanan telah tersaji, hukumnya makruh. Tidak sanpai haram.
Arahan ini --selain menjadi landasan hukum fikih ibadah, juga menjadi penjaga kesehatan mental. Dorongan tubuh untuk makan dan menggunakan toilet bisa menyita pikiran dan mengurangi kualitas ingatan kita dalam ibadah.
Padahal, kekhusyukan dalam shalat adalah hal sangat penting bagi kesehatan jiwa manusia. Apabila shalat dikerjakan sambil lalu, atau sambil membayangkan lezatnya makanan, atau sambil menahan buang air, membuat tidak bisa khusyu'.
Semoga shalat kita selalu khusyu' sehingga jiwa menjadi tenang dan kesehatan mental terus terjaga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H