Lihat ke Halaman Asli

Cahyadi Takariawan

TERVERIFIKASI

Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Merdeka dari Upaya Pengaburan Sejarah

Diperbarui: 17 Agustus 2024   07:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.detik.com

Adalah ironi yang menyayat hati, bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia dipelopori oleh para ulama dan umat Islam, namun ajaran Islam berusaha dikaburkan dan dikuburkan di masa kemerdekaan.

Kasus "pencopotan jilbab" pasukan Paskibraka tahun 2024 adalah salah satu contoh pengaburan dan penguburan sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Padahal jilbab sudah hadir sejak pengibaran bendera merah putih saat Proklamasi 17 Agustus 1945. Lihat gambar di atas.

Jika para ulama tidak memberikan fatwa melawan penjajah, apakah bangsa Indonesia akan memiliki energi untuk merdeka dari penjajahan? Jika umat Islam tidak bergerak melawan penjajahan, apakah ada kekuatan yang mampu mengusir mereka dari bumi Nusantara?

Ada sangat banyak ulama Islam yang dikenal perjuangannya melawan penjajah Belanda maupun Jepang. KH Zainal Mustafa (lahir 1899 di Tasikmalaya) dari Pondok Pesantren Sukamanah, adalah salah satu contohnya.

Ia melakukan serangan melawan penjajah Belanda, pada kisaran 1940-1941. Pada 17 November 1941 ia ditangkap oleh tentara Belanda dan dipenjara di Sukamiskin.

Ia dibebaskan tahun 1942, dan selanjutnya gigih berjuang menentang pendudukan Jepang. Perlawanan KH Zainal Mustafa terhadap pemerintah pendudukan Jepang mencapai puncaknya ketika kebijakan "Seikerei" diwajibkan. KH Zainal Mustafa dan para santrinya tidak sudi membungkukan diri ke arah matahari terbit.

Nurul Hak (dalam Muhammad Wildan, 2019) menyatakan, perjuangan KH Zainal Mustafa melawan penjajah Belanda maupun Jepang adalah jihad fi sabilillah melawan munkarot. Bukan sekedar perlawanan akibat keterpaksaan atau ketertindasan.

25 Februari 1944, ketika sedang menyampaikan khutbah Jumat, KH Zainal Mustafa dipanggil oleh empat opsir Jepang. Mereka mendesak KH Zainal Mustafa untuk menghadap perwakilan pemerintah Jepang di Tasikmalaya.

Arogansi para opsir Jepang itu memantik emosi para santri sehingga memicu pecahnya kericuhan. Tiga orang opsir tewas sementara satu lainnya melarikan diri untuk meminta bantuan.

Sore hari pukul 16.00 WIB, serombongan pasukan Jepang datang menggunakan truk, menyerang Sukamanah. Hanya dalam waktu satu jam, 86 orang warga Sukamanah, termasuk para santri gugur. Insiden inilah yang kemudian disebut sebagai Perlawanan Singaparna.

KH Zainal Mustafa ditangkap bersama 23 orang lainnya untuk diadili di Jakarta. Selain itu, sekitar 79 orang yang terlibat Peristiwa Singaparna dihukum penjara 5 sampai 7 tahun di Tasikmalaya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline